Selasa, 25 Juli 2023

Pesan Hijrah Nabi: Bangkitkan Thariqah!


 


Sebagaimana diketahui, perayaan tahun baru hijriyah sebetulnya merupakan momen memperingati sebuah peristiwa penting dalam sejarah peradaban Islam. Itulah peristiwa hijrah Rasulullah Saw. dari Makkah menuju Madinah, yang kemudian seusainya mulailah kalender Islam itu ditetapkan. Peristiwa bersejarah tersebut sungguh meninggalkan pesan-pesan berharga, baik intelektual, moral maupun spiritual.


Yang paling prinsip adalah ketika Rasulullah Saw. menyatakan: “Barangsiapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa berhijrah untuk memperolah dunia ataupun mengejar wanita, maka hijrahnya kepada apa yang ditujunya itu.” (HR. Bukhari)


Hadits di atas menekankan bahwa tujuan semestinya dari hijrah -yang juga tentunya menjadi tujuan ibadah secara umum- adalah semata-mata untuk menggapai ridho Allah dan Rasul-Nya. Bukan untuk meraih jabatan, kekayaan, jodoh atau kenikmatan duniawi lainnya, termasuk kekebalan, kesaktian, kedigdayaan dan semacamnya. Dan itulah ajaran inti nan murni tasawuf serta thariqah yang menjadi fokus para wali mursyid sepanjang masa, yakni kezuhudan dari cinta dunia serta ketekunan beribadah untuk mendekatan diri kepada Allah semata, dengan spirit Ilahi Anta maqshudi wa ridha-Ka mathlubi (Tuhanku, Engkaulah tujuanku, dan ridho-Mu lah permohonanku).


Di dalam al-Qur’an juga ditegaskan, “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (QS. asy-Syura: 20)


Dan dalam hadits lain, Rasulullah Saw. menyebutkan: “Orang yang berhijrah (sejatinya) adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari) Yang dimaksud dengan apa-apa yang dilarang oleh Allah di sini adalah perbuatan-perbuatan dosa. Sementara, sumber segala dosa tiada lain adalah cinta dunia (HR. Baihaqi). Dengan demikian, apabila seseorang mengamalkan thariqah sebagai misi membersihkan hati dari ketergila-gilaan pada dunia, maka dialah muhajir sejati yang meninggalkan larangan-larangan-Nya untuk menempuh jalan pintas menuju rahmat dan ridho-Nya.


Selepas kembali ke Makkah seraya membebaskannya, Rasulullah Saw. pun bersabda: “Tiada lagi hijrah setelah pembebasan Makkah, melainkan jihad dan niat.” (HR. Bukhari dan Muslim) Sementara, jihad yang paling utama tiada lain adalah jihad qolbu melawan hawa nafsu (HR. al-Baihaqi dan al-Khathib al-Baghdadi). Nah, di sini pula peran penting sebuah thariqah, karena seseorang yang bersuluk dalam thariqah sesungguhnya ia tengah berjuang memerangi hawa nafsunya, dengan bimbingan intens dari mursyidnya serta resep amalan yang ampuh untuk dijalankannya.


Beberapa abad pasca pembebasan Makkah, Imam Sholahuddin al-Ayyubi kemudian berhasil membebaskan Palestina. Rahasia kemenangannya pun terungkap. Dalam konferensi sufi internasional di Mesir, Oktober 2011 silam, Rektor Universitas al-Azhar periode 1995-2003, Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim mengingatkan bahwa Imam Sholahuddin al-Ayyubi sempat mengurungkan perjalanan jihadnya untuk membebaskan Palestina. Ketika itu, seorang sufi berpesan kepadanya: “Pulanglah beserta pasukanmu, karena kalian tidak akan berhasil membebaskan Palestina. Bagaimana kalian dapat membebaskannya, sementara hati kalian saja belum terbebas dari jajahan nafsu durjana!.” Imam Sholahuddin al-Ayyubi pun kembali beserta pasukannya untuk menghidupkan majelis-majelis zikir guna membebaskan hati dari jajahan musuh paling nyata. Hingga pada akhirnya Yerusalem merdeka, namun di tangan mereka yang berhati merdeka.


Alhasil, melalui thariqah, seorang hamba dapat fokus dan lebih terarah dalam mengimplementasikan pesan-pesan spiritual hijrah Rasulullah Saw. Tak heran, sebab target utama thariqah adalah hati, yang mana jika ia membaik maka membaiklah segalanya. Bagaimana tidak, sebab thariqah merupakan produk asli para kekasih Allah yang telah sukses berhijrah ruhiyah menuju ridho Ilahi nan cinta abadi-Nya. Wajar saja, Syekh Muhammad Zakiyuddin Ibrahim (1916-1998) dalam kitab Kalimah ar-Ra’id menegaskan:


إِنَّ الْعِلَاجَ الْوَحِيدَ لِكُلِّ الْأَمْرَاضِ النَّفْسِيَّةِ وَالْاِجْتِمَاعِيَّةِ وَالْوَطَنِيَّةِ لَا يُوجَدُ أَبَدًا إِلَّا عِنْدَ التَّصَوُّفِ.


“Sungguh, terapi/solusi satu-satunya bagi segala penyakit/problematika individu, sosial maupun nasional/kebangsaan, selamanya tidak akan ditemukan kecuali pada ilmu tasawuf (melalui thariqah).”


Penulis merupakan Mudir Awal Idarah Syu’biyah JATMAN Lombok Timur

Selasa, 18 Juli 2023

Khalwat dan Uzlah Sebagai Terapi Ruhani




Dalam ilmu tasawuf kita telah mengenal istilah khalwat dan uzlah yang merupakan dua kedudukan ruhani salik (maqamat) yang saling menyertai.

Khalwat dan uzlah adalah salah satu praktik dalam tarekat Sufi. Adapun tarekat itu jalan seseorang untuk menuju Allah di bawah bimbingan mursyid dengan mengamalkan segala ketentuan syariat untuk sampai kepada hakikat, yaitu Hadrat Ilahiyyah.

Syekh Ahmad Zarruq dalam Qawa’id al-Tashawwuf menyatakan bahwa, “Khalwat lebih spesifik dari uzlah, khalwat tidak dilakukan di dalan masjid, meskipun ada juga khalwat dilakukan dalam masjid.”

Khalwat dan uzlah tidak seperi yang dipahami oleh masyarakat awam yaitu dengan menyendiri di padang pasir, hutan belantara dan gua-gua ataupun meninggalkan dan memutuskan interaksi sosial dalam masyarakat. Adapun makna Khalwat dan uzlah sebagai mana dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Raudhah ath-Thalibin,

“Khalwat itu dengan hati sehingga ia tenggelam sepenuhnya bersama Allah. Hatinya itikaf, terpesona, dan rindu kepada-Nya, seraya meyakini seakan-akan Dia hadir di hadapannya.”

“Seseorang mengatakan bahwa prinsip pertama ketika suluk hendaknya memperbanyak zikir (zikir yang di talqin oleh mursyid) dengan hati dan lidah, hingga zikir itu mengalir ke seluruh tubuh dan otot-otot. Lalu, zikir itu beralih ke hati. Saat itulah lidahnya diam dan hatinya tetap berzikir dengan mengucapkan الله الله الله dalam hati tanpa melihat zikirnya. Kemudian hatinya, diam dan tetap melihat apa yang ia cari. Ia tenggelam dalam itikaf kepada-Nya, terpesona dan menyaksikan-Nya. Lantas haibah (hilang) dari dirinya karena Musyahadah al-Haq (menyaksikan) ia fana dari kulliyat (keseluruhan) dirinya karena kulliyat-Nya, hingga seolah-olah ia di Hadhrat-Nya, sebagaimana Firman-Nya, ” kepunyaan siapakah kerajaan hari ini? Kepunyaan Allah Yang Maha Esa Lagi Maha Mengalahkan, ” (QS. Ghafir: 16).”

“Ketika itu Allah ber-tajalli menuju hatinya hingga ia bergetar dan asyik (terpesona) karena mengalami kemabukan dan hudhur mengagungkan. Hatinya tak bisa lagi menampung, selain tujuannya yang paling Agung, seperti dikatakan, ” Orang-orang yang sampai kepada ahlu al-hudhur tak membutukan selain Syuhud-Nya. Allah berfirman, “Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan, ” (QS. Al-Buruj: 3).

Imam Al-Qusyairiy dalam Risalah Al-Qusyairiyah sendiri menjelaskan bahwa khalwat (menyendiri pengaruh duniawi) adalah sifat Ahlu Tasawuf. Sedangkan Uzlah (mengasingkan diri) adalah lambang orang yang wushul kepada-Nya. Khalwat sangat diperlukan bagi murid pada awal kondisi Ruhaniyahnya. Sedangkan Uzlah pada akhir kondisi Ruhaniya, karena telah mencapai keakraban Ruhaniyahnya.

Adab uzlah harus dilandaskan dengan ilmu tauhid Irfani untuk memantapkan tauhidnya agar setan tidak menggodanya. Ia juga harus diperkuat dengan ilmu syariat agar segala urusannya berada di atas dasar pondasi yang kokoh.

Sesungguhnya uzlah adalah menjauhi sifat-sifat keburukan, mengubah sifat buruk itu, bukannya menjauhkan diri lewat jarak tempat. Itulah sebabnya mengapa lahir pertanyaan, “Siapakah orang Arif Billah itu?” Mereka menjawab, “Orang-orang yang secara jelas bersama makhkuk, namun jauh dari mereka dengan segala sirri (rahasianya).”

Syekh Abu Yazid Al-Busthami mengatakan, “Aku melihat Tuhan dalam mimpi. Lalu aku bertanya, ‘Bagaimana aku harus menjumpai-Mu? Tuhan menjawab, ‘Tinggalkan keakuan dirimu dan kemarilah’.”

Hubungan interaksi dengan masyarakat sangat mempengaruhi kondisi batin bagi pemula para ahli tarekat atau para salik tingkat mubtadi (awal). Selama ia belum dapat benar-benar wushul dan makrifat kepada Allah. Maka selama  masa khalwat dan uzlah para salik tingkat mubtadi selalu senantiasa istiqamah ber zikir, riyadhah dan mujahadah. Hal ini wajib di bawah bimbingan mursyid. Di samping patuh dan menjaga adab terhadap mursyid, supaya cahaya-cahaya makrifat mursyid mengalir kepada salik.

Khalwat dan uzlah sebagai salah satu bentuk terapi ruhani, agar fisik, hati, nafsu dan ruhnya tetap bersama Allah dalam segala waktu. Kalau tidak sudah tentu hati dan nafsu salik akan terpengaruh dari perkara-perkara duniawi yang dapat menjadi tabir penghalang untuk wushul kepada Allah.

Syekh  Sayyidi Abdul Qadir Isa Al-Hallabi Asy-Syadzili mengatakan bahwa ada dua macam Khalwat, yaitu khalwat umum dan Khalwat khusus.

Khlawat umum adalah seorang mukmin yang menyepikan dirinya untuk berzikir kepada Allah Ta’ala dengan lafal apa saja, atau untuk membaca Al-Qur’an atau untuk melakukan muhasabah atau untuk bertafakur tentang penciptaan Langit dan bumi. Sedangkan khalwat khusus bertujuan untuk sampai ke maqam Ihsan dan makrifat. Khalwat tingkatan ini tidak dapat dilakukan tanpa bimbingan seorang Murysid yang Arif Billah. Dialah yang mendiktekan lafal zikir tertentu kepada muridnya. Lalu dia terus menjaga hubungan dengan muridnya untuk menghilangkan keraguan yang ada dalam hatinya. Mursyid juga perlu memotivasi agar sampai ketingkatan makrifat, melenyapkan segala hijab dan bisikan dalam jiwa dan membawanya dari alam Khalqiyah ke alam Uluhiyah.

Seorang murid tidak boleh beranggapan bahwa khalwat adalah akhir pendakian (Manazil). Khalwat tidak lain hanyalah langkah awal dalam perjalanan menuju Allah. Setelah melakukan Khalwat pertama, seorang murid dituntut untuk melakukan khalwat-khalwat berikutnya. Dia juga harus melakukan mujahadah yang panjang dan muzakarah secara terus-menerus bersama mursyidnya dengan penuh semangat, jujur dan istiqamah.

Selain itu, seorang murid terus melakukan zikir dengan Isim Ismu Dzat الله الله الله pada pagi dan petang hari, serta pada waktu luang yang dimilikinya, sehingga ia dapat berinteraksi secara terus menerus dengan Allah. Dengan demikian, dia telah menggabungkan dua tingkatan Ihsan, yakni muraqabah dan musyahadah sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi Muhammad saw. dalam sabdanya, “Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Sekiranya engkau tidak melihat-Nya, maka Allah melihatmu.” (HR. Bukhari).

Dengan demikian dapat dipahami, khalwat adalah memutuskan hubungan dengan manusia dan meninggalkan segala aktivitas duniawi untuk tertentu, agar hati dapat dikosongkan dari segala aktivitas hidup yang tidak ada habisnya dan akal dapat beristirahat dari kesibukan sehari-hari yang tidak ada ujungnya. Selain itu, khalwat adalah zikir kepada Allah dengan hati yang hadir dan khusyuk, serta tafakur tentang nikmat dan karunia-Nya di waktu siang dan malam hari. Yang demikian ini dilakukan oleh murid dibawah bimbingan seorang Murysid yang makrifat kepada Allah, yang dapat mengajarinya apabila dia tidak tahu, mengingatkannnya apabila dia lalai, memotivasinya apabila dia malas, dan membantunya untuk mengatasi segala gangguan  dan apa-apa yang terlintas dalam hatinya

Sumber:
Kitab Raudhat ath-Thalibin wa Umdatu Salikin, dalam Majmu Rasa’il Al-Ghazali, Maktabah Al-Tawfikiyah, Al-Qaherah
Kitab Risalah Al-Qusyairiyah fi ilm Al-Tashawwuf, Maktabah Al-Tawfikiyah Al-Qaherah
Kitab Haqa’id at-Tashawwuf, Dar At-Taqwa, Damaskus

Penulis: Budi Handoyo
Editor: Khoirum Millatin

Pengaruh Suluk terhadap Akhlak dengan Bimbingan Syekh Kamil Mukammil



Tidak ada seorangpun manusia yang tidak melakukan kesalahan dan dosa. Untuk itu, siapapun yang menghendaki kehidupan yang baik selama dunia maupun di akhirat, maka ia harus ruju’ atau kembali dan bertaubat kepada Allah Swt. dari semua kesalahan tersebut, baik dosa zahir maupun dosa batin,

Allah Swt. berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (Al-Baqarah: 222)

Salah satu cara kembali kepada Allah adalah melalui suluk. Suluk adalah berjalan menuju Allah Swt. dengan mengharapkan kasih sayang-Nya.

Dalam suluk murid dianjurkan untuk tidak banyak berbicara, bahkan dibatasi jumlah perkataannya.

Selain itu murid hanya boleh bertanya untuk hal yang sangat penting, tidak mendengar hal-hal yang tidak bermanfaat, mengurangi tidur dan mengurangi makan serta memperbanyak zikir siang dan malam.

Dengan mengurangi banyak bicara, maka qalb akan semakin ‘hidup’ dan terkoneksi dengan Allah Swt. siang dan malam. Hasilnya, akan semakin mudah bagi kita berkomunikasi dengan Allah Swt. lewat zikir yang intensif.

Suluk merupakan sekolah ruhani yang resmi dari Allah Swt. untuk manusia dengan begitu sempurnanya, atas hasil riset dari para Nabi dan kemudian disempurnakan oleh para Wali, mengikuti perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan manusia di zamannya. Lewat suluk ruhani murid dinaikkan secara bertahap dari satu maqam ke maqam berikutnya sampai mencapai tahap makrifat yang sempurna, yaitu memandang Wajah Allah Swt. Yang Maha Agung dan Maha Sempurna.

Siapa yang bisa menuntun ruhani murid demikian sempurnanya? Ia adalah Mursyid yang Kamil Mukammil yang dalam dirinya telah bersemayam Arwahul Muqaddasah Rasulullah saw. yang bisa mensucikan seluruh ruhani orang-orang yang bersama dengannya.

Suluk juga melatih murid untuk disiplin dalam ibadah dan menumbuhkan rasa persaudaraan di antara pelaku suluk. Keakuan dan kesombongan secara perlahan akan memudar karena semua diperlakukan dengan sama tanpa memandang status sosial dan pangkat duniawi yang disandangnya. Suluk adalah sarana paling ampuh untuk membina ukuwah Islamiah, mencintai saudara seperti mencintai diri sendiri seperti yang disampaikan Nabi Muhammad saw. dalam hadistnya,

Maka, jika seorang hamba telah jenuh dengan rutinitas dunia dan segudang masalah yang tersimpan di memori otak sulit terhapus serta gairah hidup semakin menurun, maka suluk adalah solusi yang tepat untuk men-charger kembali energi hidup, sehingga setelah keluar dari suluk, akan menjadi pribadi yang benar-benar baru, penuh semangat serta dapat menelusuri kehidupan dunia dengan tanpa keraguan.

Suluk pada intinya adalah memperbaiki akhlak dan tingkah laku, memperkuat keyakinan akan kesadaran keberadaan Tuhan, kehendak Tuhan dan juga kehendak jiwa serta menyadari kedudukan hamba. Suluk tidak akan terlepas dari proses mensucikan jiwa yang bersinggasana dalam hati seseorang.

Penulis: Tgk Selamet Ibnu Ahmad (Pembantu Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf Indonesia MPTT-I Kec. Wih Pesam, Bener Meriah, Pimpinan Iqadzhul Ummah Alwaliyah)
Editor: Khoirum Millatin

Senin, 17 Juli 2023

Amalan Tahun Baru




MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM

Jangan lupa pada hari Selasa dan Malam Rabu
Setelah Shalat Ashar adalah penghujung akhir bulan Dzul Hijjah (Akhir Tahun Hijriyah) dianjurkan membaca Do’a Akhir Tahun.
Namun sebelum Do’a Akhir Tahun terlebih dahulu membaca:

1 Sayyidul Istighfar 3 kali

اَللّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِي فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ ×٣

2 Shalawat Nabi 11 kali

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ×١١

3 Ayat Kursi 7 kali

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمٰوَاتِ وَمَا فِي اْلاَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ ×٧ /٣١٣

4 DO’A AKHIR TAHUN HIJRIYAH 

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ 
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ 
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللّهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ 
مِمَّا نَهَيْتَنِي عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَرْضَهُ وَنَسِيْتُهُ وَلَمْ تَنْسَهُ وَحَلُمْتَ عَلَيَّ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِي وَدَعَوْتَنِي إِلَى التَّوْبَةِ مِنْهُ بَعْدَ جَرَاءَتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ فَاغْفِرْلِي 
وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَاهُ وَوَعَدْتَنِي عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَأَسْأَلُكَ اَللّهُمَّ يَا كَرِيْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ أَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنِّي وَلاَ تَقْطَعْ رَجَائِي مِنْكَ يَا كَرِيْمُ. 
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ×٣

Setelah Shalat Maghrib (Tanggal 1 Muharram) dianjurkan membaca Do’a Awal Tahun.
Namun sebelum membaca Do’a Awal Tahun terlebih dahulu membaca:

1 Shalawat Nabi 11 kali
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ×١١

2 Baqiyatus Shalihat 3 kali
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ وَلاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ  ×٣

3 DO’A AWAL TAHUN HIJRIYAH 

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللّهُمَّ أَنْتَ اْلأَبَدِيُّ اْلقَدِيْمُ اْلاَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ وَجُوْدِكَ الْمُعَوَّلِ وَهٰذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ نَسْأَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَاءِهِ وَجُنُوْدِهِ وَالْعَوْنَ عَلَى هٰذِهِ النَّفْسِ اْلأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ وَاْلإِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِي إِلَيْكَ زُلْفٰى يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ. يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ٣×

Setelah Berdo’a disarankan (Bagi yang mampu) pada malam 1 Muharram untuk membaca Ayat Kursi 360 kali (Tidak harus selesai dalam satu Majelis) sebagai benteng dari setan selama satu tahun, kemudian membaca bacaan berikut 300 kali:

اَللّهُمَّ يَا مُحَوِّلَ اْلأَحْوَالِ حَوِّلْ حَالِي إِلَى أَحْسَنِ اْلأَحْوَالِ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ يَا عَزِيْزُ يَا مُتَعَالُ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلم  {× ٣٠٠}

“Ya Allah Zat pemindah berbagai kondisi, pindahlah kondisiku pada kondisi terbaik dengan daya dan kekuatan-Mu, wahai Zat Yang Maha Agung dan Maha Tinggi. Semoga  Allah Ta’ala melimpahkan shalawat dan keselamatan kepada Sayyidina Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.” 300×

Wassalam Ustdz Drs Muhammad Daud