Rabu, 09 Juli 2025
CARA MENGENAL ALLAH
EMPAT JEJAK MENUJU ALLAH
EMPAT JEJAK MENUJU ALLAH
Setiap jiwa pada hakikatnya adalah musafir yang sedang rindu pulang. Ia dilahirkan dari Cahaya, dan akan kembali kepada Cahaya. Namun jalan kembali itu bukanlah jalan datar tanpa badai. Ia bertahap, bertingkat, dan bertingkat-tingkat, hingga ruh ini benar-benar tenggelam dalam samudra liqa’, perjumpaan dengan-Nya yang Maha Kekasih. Inilah suluk. Inilah perjalanan. Dan dalam suluk itu, para arifin mengenali empat tahapan utama yang saling mengikat dan menyatu, bukan seperti anak tangga yang saling menjauh, tetapi seperti napas yang saling menguatkan: syariat, thariqah, hakikat, dan ma’rifat.
Syariat adalah mujahadah. Jalan lahiriah yang mengajari tubuh dan hawa nafsu agar tunduk kepada hukum-Nya. Ia adalah pengabdian yang disiplin, yang menekuk lutut kepada perintah dan menjauhkan diri dari larangan. Dalam syariat, orang belajar patuh, belajar takluk, belajar membenahi amal. Karena sebagaimana dikatakan oleh al-Imam al-Junaid al-Baghdadi, man lam yahfazh al-qur’ān wa lam yaktub al-hadīts lā yuqta dīnuhu, artinya: “Barangsiapa yang tidak menjaga Al-Qur’an dan tidak mencatat hadits, maka tidak bisa diambil agamanya.” Syariat bukan sekadar fiqih, ia adalah batas awal agar ruhmu tidak tersesat oleh ego dan syahwat.
Namun syariat saja belum cukup. Ia butuh nyawa, dan nyawa itu bernama thariqah. Thariqah adalah muroqobah—kesadaran penuh akan kehadiran Allah. Ia bukan sekadar tahu bahwa Allah melihat, tetapi merasa dilihat, dicintai, diperhatikan dalam setiap gerak dan diam. Di sinilah dzikir bukan hanya bacaan, tetapi getaran. Wudhu bukan sekadar bersih, tapi suci. Solat bukan lagi rutinitas, tapi percakapan. Karena para ulama berkata, al-muroqobah anta’buda Allāha ka’annaka tarāh, yang artinya: “Muroqobah adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.”
Lalu naiklah ke puncak batin, kepada hakikat. Hakikat adalah musyahadah—penyaksian. Hati yang bersih, qalbu yang jernih, akan melihat kebenaran sebagaimana adanya. Ia tak lagi tertipu oleh yang tampak, karena ia telah menyaksikan bahwa semua ini hanya bayang-bayang. Ia tak lagi terperangkap pada bentuk, karena telah menyatu dengan makna. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abu Yazid al-Busthami, lā tarā al-ḥaq bi al-‘ain al-ḥissiyyah wa lā bi al-‘ain al-‘aqliyyah, innamā tarāhu bi ‘ain al-yaqīn, artinya: “Engkau tidak dapat melihat hakikat dengan mata fisik atau akal, tetapi dengan mata keyakinan.”
Dan setelah menyaksikan, datanglah ma’rifat. Inilah mukasyafah—tersingkapnya rahasia Ilahi. Allah tidak hanya dikenal secara nama, tetapi dirasa secara nyata dalam setiap detak napas. Ma’rifat bukanlah banyaknya ilmu, tetapi terang dalam hati. Ia adalah pelampauan terhadap batas, penyatuan antara hamba dan Kekasihnya. Ia bukan hanya tahu bahwa Allah itu Esa, tapi hidup dalam kesadaran bahwa tidak ada selain Dia. Sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari, man ‘arafa Allāha lam yabqa lahū ḥirṣun ‘alā mā siwāh, yang artinya: “Barangsiapa mengenal Allah, maka tidak akan tersisa lagi keinginan pada selain-Nya.”
Empat tahapan ini bukan pilihan. Ia bukan jalur alternatif, tetapi jalan lurus yang harus dilalui. Siapa yang hanya berhenti di syariat, ia kering. Siapa yang hanya mengejar hakikat tanpa thariqah, ia menyimpang. Dan siapa yang menuntut ma’rifat tanpa mujahadah, ia akan tersesat dalam ilusi diri. Maka para salik berjalan dengan urutan, namun menyatukan semua dalam hati: lahirnya tunduk, batinnya sadar, ruhnya menyaksikan, dan sirr-nya larut dalam Allah.
Syariat menjaga langkah, thariqah menjaga hati, hakikat menyingkap tabir, dan ma’rifat menyatukan kekasih. Jalan ini tak mudah, tapi bukan mustahil. Karena janji-Nya pasti bagi yang tulus mencari. Sebagaimana isyarat para arif: man ṣadaqa fī sulūkihi fataḥa Allāhu lahu abwāba al-ma‘rifah, yang artinya: “Barangsiapa menempuh jalannya dengan tulus, maka Allah akan membukakan baginya jalan menuju ma’rifat.”
Kini, di tengah zaman yang bising dan batin yang sunyi, suluk menjadi kebutuhan yang paling hakiki. Kita tak hanya butuh perbaikan sistem, tapi pembersihan jiwa. Kita tak hanya butuh ilmu yang banyak, tapi kesadaran yang dalam. Maka mari kita kembalikan langkah kepada jalan para kekasih Allah. Mari kita lalui mujahadah dengan sabar, muroqobah dengan dzikir, musyahadah dengan jernih, dan mukasyafah dengan cinta.
Karena sesungguhnya, tak ada perjalanan yang lebih membahagiakan selain pulang kepada-Nya. Dan tak ada ilmu yang lebih mulia daripada ilmu yang menuntun kita kepada hadirat-Nya. Maka suluklah. Meskipun pelan. Meski terseok. Tapi jangan berhenti. Sebab yang dicari bukan jalan mudah, tetapi jalan yang menyampaikan.
Dan ketika empat tahap itu bersatu dalam dirimu, saat itulah engkau akan menyadari bahwa sejak awal—tak ada yang kau cari selain Dia.
GUS IMAM
Dalam kebersamaan, kita temukan kedamaian.
Temukan kisah, nilai, dan inspirasi dari tanah kelahiran di blog kami:
Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur📖 Baca sekarang dan rasakan hangatnya budaya dan spiritualitas lokal.
#MajelisSekumpul #SadulurSalembur #BlogKomunitas #NilaiLokal
Terima kasih telah membaca di Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur.
Jangan lupa bagikan artikel ini jika bermanfaat!