Senin, 07 Agustus 2023

Pergerakan Tauhid Sufi dalam Memberkahi Kehidupan Masyarakat Era Modern

     


Era modern ditandai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan iptek sangat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Namun apabila ditinjau dari sisi ruhani, kemajuan iptek membawa kepada kepada kemerosotan Iman (aqidah) dan moral (akhlak). Mengapa demikian? Hal ini disebabkan lemahnya ketauhidan pada diri masyarakat. Masyarakat tidak memanfaatkan kemajuan iptek ke arah yang positif melainkan menggunakan iptek ke arah yang negative. Salah satunya media massa sebagai tempat untuk memfitnah dan penyebaran hoaks.

Apa yang harus dilakukan untuk mengatasi problematika di atas? Inilah tugas para ulama-ulama sufi yang bertugas membersihkan kotoran-kotoran hati sebagai puncak timbulnya berbagai perbuatan yang bertentangan dengan syariat.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

إلا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذ فسدت فسد الحسد كله الا وهي القب

“Ketauhilah bahwa dalam jasad anak adam terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan jika ia buruk maka buruklah seluruh jasadnya. Ketauhilah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati.” (HR. Bukhari).

Maka untuk menghilangkan keburukan hati adalah dengan ajaran tauhid sufi. Istilah tauhid ini disebut juga tauhid Irfani atau tauhid hakiki, sebagai ruh nya islam dan ruhnya dakwah Rasullallah saw. yang diteruskan oleh para sahabat, tabi’in dan para murysid sufi dari kalangan wali Allah. Adapun Tauhid itu terdiri empat tingkat;

1. Tauhid I’tiqadi

فاعلم انه، لا إله إلا الله

“Maka ketauhilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah.” (Qs. Muhammad: 19).

Tauhid ini disebut  juga tauhid kalam. Akal memahami sifat-sifat Allah. Ia adalah sebagai pintu untuk memasuki wilayah tauhid sufi. Pengenalan pada Allah hanya pada akal. Ia untuk mengesahkan iman dan ilmu. Para ahli sufi pada tahap ini amat menekankan kepada kefahaman nafi dan isbat.

Kebanyakan pengajian hanya terhenti pada tauhid ini. Malah di pesantren-pesantren sekalipun hingga berlarutan kepada pembahasan pembahasan yang berlebihan. Tauhid ini tidak mampu mengubah nafsu, menghancurkan ananiah diri dan merasakan nikmat ibadah.

Banyak para ulama sendiri hanya terhenti pada tauhid kalam ini dan memfokuskan keilmuan kepada bidang-bidang ilmu yang lain dan mengabaikan aspek makrifat, penyucian nafsu dan membina akhlak.

2. Tauhid Dzauqi

وهو معكم أين  ما كنتم

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (HR. al-Hadid: 4).

Tauhid pada martabat ini sudah dapat merasai sifat-sifat Allah pada hatinya hingga merasai ketiadaan sifatnya, hatinya merasai asyik, rindu dan cinta dan kebersamaan Allah dalam kondisi apapun hingga merasai amat faqir. Tauhid pada martabat ini sudah dapat mencapai kelezatan ibadah, perubahan jiwa, dan akhlak dan merasai tenang dalam menghadapi segala permasalahan.

3. Tauhid Syuhudi

شهد الله أنه، لا إله إلا هو

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia.” (HR. Ali-Imran: 18).

Ruhnya telah dikaruniakan cahaya syuhudiyah sehingga matahatinya dapat merasai dan menyaksikan sifat-sifat Allah pada dirinya dan alam hingga tidak terlihat lagi sifatnya dan alam, terasa dan terlihat kefakiran dirinya yang mengakibatkan ia merasa tidak dapat melakukan apapun melainkan dengan Allah.

Tauhid ini sudah dapat menghancurkan ananiah dirinya dan kesyirikan yang halus-halus karena cahaya makrifat telah masuk menerangi hatinya dan hilanglah segala kegelapan berupa kebodohan dan dosa pada hatinya. Ibarat sebuah laser yang dapat menghancurkan kuman-kuman dalam tubuh. Maka lahirlah akhlak yang mulia dan baik adabnya dengan Allah dan sesama insan.

4. Tauhid Wujudi

قل هو الله أحد

“Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa [ QS. Al-Ikhlas: 1 ].

Cahaya Syuhudiyah semakin kuat terpantul dalam jiwanya hingga dirinya hilang terhapus dalam Wujud Allah, ketika itu dirinya menyaksikan bahwa Allah jua memandang Allah dan dirinya tiada.

Tauhid Syuhudi dan Tauhid Wujudi

Ia bagaikan hilang cahaya lampu dalam cahaya matahari, semakin kuat sinar matahari maka cahaya lampu semakin lenyap, jika masih terlihat sedikit bayangnya cahaya lampu, ia dipanggil syuhudi, jika kuat lagi sinarnya akan tiada lagi kelihatan cahaya lampu tersebut walaupan cahaya tersebut ada maka inilah tauhid wujudi.

Tauhid ini akan menjadikan seseorang itu mampu menguasai dunia, kepemimpinan dan lainnya karena tiada lagi dirinya, kepandaiannya, kekuatannya, kekayaannya, kekuasaannya dan segala apapun sifat kesempurnaan melainkan Allah juga. Ulama tasawuf mengatakan:

وجود زنب لك

“Wujudmu adalah dosa bagimu.”

Dalam wilayah tauhid ini pemahaman tanzih dan tasybih sangat penting karena pandangan syuhudnya sudah menyatu dan telah hilang segala sesuatu selain Allah.

Allah telah tasybihkan sifat-sifat Nya di alam ini agar diri-Nya dapat dikenali namun dalam masa yang sama Allah tanzihkan bahwa segala sifat yang Allah tajallikan atau dipantulkan pada alam ini tiada menyamai akan Sifat-sifat Nya yang hakiki.

Taraqqi seorang hamba kepada Allah tiada menjadikan mereka Allah, tanazul bagi Allah tiada menjadikan Diri-Nya hamba.

Syekh Abdul Karim Al-Jili dalam Kitab al-Insan al-Kamil berkata:

“Apabila diri seorang hamba hancur akibat pantulan sifat Jalal-Nya, maka diri yang hancur akan dipersalinkan dengan sifat Jamal-Nya yang bernama Al-Latif, maka muncul diri yang baru bernama al-Ibad yang penuh dengan sifat-sifat yang halus dan indah (nafsu amarah, lawwamah, mulhamah, telah bertukar kepada nafsu muthma’inah, radliah, mardliah, dan kamilah)”.

Bagaimana mendapatkan tauhid Sufi?

Tauhid ini tiada didapatkan dengan jalan  kitab dan pengajian tetapi dengan memiliki mursyid yang benar (makrifat, ilmu, sanad, adab, dan syariatnya), menerima baiat, talqin dan bersubhha dengannya.

Kiyai Haji Zein Djarnuzi berkata, “Seseorang menjadi wali karena dia terlebih dahulu berkhidmat kepada wali.”

Adapun kriteria murysid yang arif billah adalah:

1. Nur yang berada dalam dada murysid hanya akan mengalir ke dada dengan getaran cinta yang dihiasi dengan adab dan faqir

2. Mursyid ialah mereka yang telah mencapai tauhid Wujudi dengan benar, yang mencapai Baqi lantaran senantiasa dalam muwajahah dengan Allah yakni senantiasa berada dalam keberadaan Allah

3. Ruhaniyahnya telah tenggelam ke dalam hakikat (alam lahut) hingga diperoleh ilmu ladduni, kasyf, dan ilham, waridat-waridat yang membawa dirinya tiada lagi kecintaan terhadap nafsu dan apapun di alam ini

4. Dirinya menjadi penyambung atau wasilah antara umat ini dengan Rasullallah. Tanpa cahaya nabi dalam jiwa, insan tiada akan mampu mencapai Makrifatullah

5. Para sahabat mengambil limpahan makrifat, kelezatan ruhani, akhlak, ibadah dan syariat dari Rasullallah. Rasullullah al-qur’an yang hidup di hadapan mereka

6. Karena jasad Rasullullah sudah tiada, maka insan bertaut dengan para pewaris Muhammadiyah untuk mendapatkan limpahan makrifat, kelezatan ruhani, adab serta syariat

7. Pewaris Muhammadiyah ada dua macam yaitu pewaris umum yakni ulama syariat dan pewaris khusus yakni para murysid yang telah mencapai ilmunya dari alam lahut (Sirrul Asrar).

Maka dengan peran para murysid arif billah inilah yang dapat mendakwakan dan memberkati tauhid sufi dari keempat tingkatan ini kepada masyarakat tidak hanya untuk menghilangkan perbuatan-perbuatan dosa maksiat dan juga untuk menghilangkan syirik khafi yaitu ananiah diri.

Sebagaimana penyakit-penyakit berbahaya yang tidak bisa disembuhkan kecuali dengan dokter spesialis, begitu juga penyakit bathin yang banyak terjangkit di masa ini, maka perlulah ada mursyid spesialis yang dapat mendiagnosa penyakit-penyakit itu melalui dengan terapi ruhani berupa zikir, suluk dan tawajjuh. Dan memberikan resep obat yang paten yaitu tauhid sufi. Dengan tauhid sufilah sebagai obat yang mujarab untuk dapat menghilangkan penyakit-penyakit batin yang akut yaitu anania diri.

Penulis: Budi Handoyo

Editor: Khoirum Millatin

Published 2 weeks ago on 28/07/2023 By Budi Handoyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar