_____________________
Pada abad ke-8 M, di tengah masa keemasan ilmu-ilmu Islam, lahirlah seorang ulama besar yang namanya dikenang dengan penuh hormat hingga hari ini: Syaikh Sufyan ats-Tsauri. Beliau adalah tokoh tabi’ut tabi’in yang tidak hanya dikenal karena keluasan ilmunya dalam hadis dan fikih, tetapi juga karena kezuhudan dan ketajaman spiritualnya yang luar biasa.
Lahir di Kufah pada tahun 97 H (sekitar 716 M), Sufyan ats-Tsauri tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan ilmu. Ia belajar dari ratusan guru dan meriwayatkan ribuan hadis. Namanya begitu harum dalam dunia periwayatan hadis hingga digelari "Amirul Mukminin fi al-Hadits"—sebuah gelar kehormatan tertinggi bagi ahli hadis.
Namun, yang membuat Sufyan ats-Tsauri begitu istimewa bukan hanya ilmunya, melainkan ketakutannya yang dalam kepada Allah, serta penolakannya terhadap kemewahan dunia dan kekuasaan.
Menolak Dunia dengan Air Mata
Di antara banyak kisah hidupnya yang menggetarkan jiwa, terdapat satu anekdot yang sering diceritakan ulang oleh para ulama dan penuntut ilmu:
Suatu ketika, khalifah dari Dinasti Abbasiyah mengirim utusan kepada Sufyan ats-Tsauri. Sang khalifah hendak memberinya jabatan penting sebagai qadhi (hakim) negara. Sebuah posisi yang sangat prestisius dan memungkinkan seseorang hidup dengan kenyamanan duniawi.
Namun, apa yang dilakukan Sufyan ats-Tsauri?
Begitu mendengar maksud kedatangan utusan tersebut, ia menangis tersedu-sedu, tubuhnya gemetar, dan ia segera melarikan diri dari kota tempat ia tinggal. Ia bersembunyi di berbagai tempat, bahkan sampai ada yang mengatakan bahwa ia hidup berpindah-pindah karena menghindari panggilan jabatan itu.
Ketika ditanya mengapa ia menolak tawaran itu, padahal itu datang dari seorang khalifah dan berpotensi membawa manfaat besar, Sufyan menjawab dengan lirih:
"Jika engkau tahu apa yang ada antara aku dan Allah, niscaya engkau tidak akan mengajak aku menghadap-Nya dengan beban jabatan itu di pundakku. Sungguh, dunia itu manis dan menipu, dan aku takut akan terperdaya olehnya."
Pelajaran dari Hidupnya
Sikap Sufyan ats-Tsauri ini bukan sekadar penolakan terhadap kekuasaan, melainkan cerminan dari kepekaan ruhani yang sangat halus. Ia merasa bahwa jabatan dan kekuasaan sangat rentan membawa seseorang kepada kelalaian, bahkan jika dimulai dengan niat baik. Kezuhudan Sufyan bukan pelarian dari dunia, melainkan penjagaan agar hatinya tidak tercemar oleh cinta dunia.
Zuhud baginya bukan berarti membenci dunia, tetapi tidak meletakkan dunia di dalam hati. Ia tetap bekerja, berdagang, bahkan menginfakkan hartanya untuk orang-orang miskin. Tapi ketika dunia hendak merasuk ke dalam jiwanya lewat kekuasaan dan kehormatan semu, ia memilih menangis dan lari.
Warisan Ruhani
Sufyan ats-Tsauri wafat pada tahun 161 H di Basrah. Namun jejak hidupnya tetap membekas di hati para pecinta ilmu dan para penempuh jalan ruhani. Ia meninggalkan pesan mendalam bahwa ilmu dan kekuasaan hanya bermakna jika dijalani dengan hati yang bersih dari ambisi pribadi.
Ia pernah berkata:
"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat."
Dan ia juga berkata:
"Zuhud terhadap dunia bukan berarti haramkan yang halal atau buang-buang harta. Tetapi zuhud adalah ketika engkau lebih yakin terhadap apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tanganmu."
_________
Kisah Syaikh Sufyan ats-Tsauri adalah pengingat bagi kita semua, bahwa kemuliaan bukanlah terletak pada jabatan atau pengakuan manusia, tetapi pada hati yang bersih dan penuh takut kepada Allah. Dalam dunia yang serba glamor dan kompetitif, keteladanan seperti Sufyan adalah oase bagi hati yang ingin kembali kepada makna sejati kehidupan.
#zuhud #tasawuf #sufi #cahayaallah #ilmu #warisan #ruhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar