Sabtu, 19 Oktober 2024

Sholawat Mubrom

*SHOLAWAT MUBROM*
(Untuk Terhindar dari Musibah)

Teks sholawat Mubrom sebagai berikut:

اَللهُم صَل وَسَلمْ عَلَى سَيدِ نَامُحَمدٍ وَادْفَعْ عَنا مِنَ اْلبَللآءِاْلمُبْرَمِ اِنكَ عَلَى كُل شَيْئٍ قَدِيْرٍ.

(Allâhumma sholli wa sallim alâ Sayyidinâ Muhammadin wadfa’ annâ minal balâa-il mubromi innaka alâ kulli syai-in qodîr.)

Artinya :
Ya Allah! Ya Tuhan kami Sampaikanlah Rahmat dan keselamatan atas pemimpin kami Nabi Muhammad SAW, dan dengan bertawasul kepada kemuliaan Beliau hindarkanlah kami dari berbagai macam musibah dan malapetaka yang telah engkau pastikan, Sesungguhnya Engkau maha Kuasa atas segala sesuatu.

*FAEDAH SHOLAWAT MUBROM:*

➡️ dibaca semampunya tiap hari supaya dijauhkan dari berbagai macam musibah. Insya Allah. 

➡️ Agar di baca sebanyak 100 x setiap hari dari tanggal 1 s/d tanggal 30 shofar, Insya Allah kita dapat terhidar dari berbagai macam malapetaka baik yang besar maupun yang kecil. 

➡️ Agar terhindar Mimpi yang buruk maka bacalah sholawat mubrom sebanyak 7 x, baik sebelum tidur ataupun ketika terjaga dari tidur karena disebabkan mimpi yang buruk.

*riwayat:*

Bulan shofar adalah bulan ke kedua dalan tahunan hijriyah berdasarkan hitungan setelah hijrahnya Nabi Muhammd SAW ke kota Madinah. 

Pada bulan itu Allah SWT banyak menurunkan berbagai macam bahaya dari dari pada bulan –bulan lainnya. Dan untuk menangkalnya Nabi Muhammad SAW memberikan Sholawat Mubrom. 

Arti َالْمُبْرَمُ (Al-Mubrom) dalam kamus Bahasa Arab adalah sesuatu hal yg sulit terelakan atau terhidarkan (sesuatu yang pasti). 

Jika seseorang ditakdirkan Allâh akan mendapatkan bahaya atau kecelakaan pada suatu hari, maka dengan membaca sholawat ini pada hari itu, insyâ Allâh, ia akan terhindar dari bahaya tersebut. Kalau pun terkena, hal itu tidak akan membahayakan.

Wallahu A'lam bisshowab

Dalam kebersamaan, kita temukan kedamaian.

Temukan kisah, nilai, dan inspirasi dari tanah kelahiran di blog kami:

Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur

📖 Baca sekarang dan rasakan hangatnya budaya dan spiritualitas lokal.

#MajelisSekumpul #SadulurSalembur #BlogKomunitas #NilaiLokal

Terima kasih telah membaca di Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur.

Jangan lupa bagikan artikel ini jika bermanfaat!

Kisah Kyai Hamid dan Sandalnya

[Sumber : Kisah para Kekasih] KETIKA SANDAL KYAI HAMID PASURUAN HILANG

Keluar dari Masjid pagi itu, sandal yang dipakai Romo Yai Hamid, raib.

"Ada apa Yai?" tanya seorang jamaah melihat Yai Hamid.

"Sandalku ilang," jawab beliau.
Akhirnya Seorang jamaah datang sambil menghaturkan sandalnya agar dipakai Yai Hamid.

"Alhamdulillah," ucap Yai Hamid. "Ambil sandalmu di Makkah ya!" kata Yai Hamid tersenyum sambil lalu.

Waktu pulang, yang punya sandal mikir, bingung dengan ucapan Yai Hamid.
Belum lama nyampe rumah. Datang seorang tamu minta tolong dicarikan rumah yang di jual.

Belum ada 10 menit tamu pulang, datang tetangga sebelah sambat butuh uang dan berencana menjual rumahnya. "Oh kebetulan barusan ada orang cari rumah," jawab dia.
Dan akhirnya yang punya sandal tadi mendapatkan komisi penjualan rumah tetangganya lumayan besar dan cukup buat daftar haji.

Ketika menunaikan haji, waktu umroh, tiba tiba ada orang memanggilnya yang ternyata adalah Kyai Hamid. "Ini lho sandal sampean aku kembalikan?"
ucap Yai Hamid sambil tersenyum.

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Semoga kita senantiasa mendapat Ridlo dari Allah, Syafaat dari Rasullullah, Karomah para Waliyullah, Barokah para Kiai dan Habaib serta wasilah doa orang tua.

Alfatihah..

Adab Mbah Dullah Kepada Gurunya

ADAB MBAH DULLAH KEPADA GURUNYA

Mbah Dullah (KH Abdullah Salam) Sewaktu akan memberi sambutan, tiba2 turun dari panggung, padahal didepan panggung sudah duduk para kiai, pejabat pusat maupun daerah dan ribuan santri maupun tamu undangan, Mbah Dullah turun dan ngeloyor pergi menemui penjual dawet dipinggir jalan. Mbah Dullah dg ta’dzim menyapa penjual dawet dan mencium tangannya.

Ribuan pasang mata menyaksikan peristiwa itu, mereka bertanya-tanya siapakah penjual dawet ini, sampai mbah Dullah seorang kiai sepuh dan kesohor waliyullah dari Kajen-Margoyoso, Pati, Jwa Tengah ini mencium tangannya. Setelah mencium tangan penjual dawet, mbah Dullah kembali lagi ke panggung dan berpidato dg singkat :

” Tawasul itu penting untuk nggandengkan taline gusti Allah,” sembari mensitir ayat . ‏وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا ...

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai, dan ingatlah kalian semua akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu semua karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara... (QS. Ali-Imron 103) dan wa alaikum salam.

Kemudian beliau mandab (turun) dan duduk di kursi bawah panggung. Ketika Mbah Dullah ditanya siapa penjual dawet tersebut, Mbah Dullah mengatakan :

” beliau adalah guru ngajiku sewaktu kecil, beliau yg mengajarkan aku cara membaca fatihah, sehingga sebab beliau aku bisa membaca alquran, bisa beribadah kpd Allah & mendekat kepadanya,” . Mbah Dullah memberi tahu salah satu cara menggadengkan tali Allah (sesuai dawuh syekh abdul qodir al jilani) adalah dg tawasul.

Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar Walahaulawala Quwwata illabilla hil 'aliyil 'azhim. Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala ali Muhammad. Astaghfirullahal 'azhim wa atubu ilaih

Dalam kebersamaan, kita temukan kedamaian.

Temukan kisah, nilai, dan inspirasi dari tanah kelahiran di blog kami:

Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur

📖 Baca sekarang dan rasakan hangatnya budaya dan spiritualitas lokal.

#MajelisSekumpul #SadulurSalembur #BlogKomunitas #NilaiLokal

Terima kasih telah membaca di Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur.

Jangan lupa bagikan artikel ini jika bermanfaat!

Bayi Itu Namanya Maimoen

Bayi Itu Namanya Maimoen

Jarak setahun pasca didirikannya Nahdlatul Ulama (16 Rajab 1344 H/ 31 Januari 1926 M), yaitu 1927, terdengar musibah besar yang menimpa Kiai Hasyim Asy’ari selaku Rais Akbar Nahdlatul Ulama. Menantu yang sangat dicintainya telah kembali kembali ke Rahmatullah, Kiai Ma’shum Ali Kwaran. Wajar saja, jika Kiai Hasyim Asy’ari sangat bersedih sebab Pesantren Tebuireng semakin ramai kajian keilmuannya semenjak Kiai Ma’shum Ali bergabung dalam mengajar. Ialah orang yg menggagas berdirinya Madrasah Salafiyah Syafi’iyah yang menelurkan ribuan ulama pada waktu itu. terlebih ia mempunyai dua anak yang masih kecil, Abidah dan Jamilah. Untuk menghilangkan kesedihan ini akhirnya, Kiai Hasyim Asy’ari hendak mencari pengganti Kiai Ma’shum Ali. Sosok tersebut adalah Syaikh Muhaimin al-Lasemi, salah seorang pendiri Madrasah Darul Ulum 

Dengan meninggalnya Kiai Ma’shum Ali maka secara otomatis Nyai Khairiyah menjadi janda. Kiai Hasyim Asy’ari tidak ingin putri tertuanya tersebut larus dalam kesedihan, dan pengajar di Masjidil Haram.

Mendapat tawaran untuk menikahi Nyai Khairiyah, maka Syaikh Muhaimin al-lasemi meminta syarat permohonan kepada Kiai Hasyim Asy’ari agar masalah pernikahan tersebut dirembuk dengan Masyayikh Sarang, dalam hal ini adalah Kiai Syuaib Abdurrozak dan Kiai Ahmad Syuaib. Dengan senang hati Kiai Hasyim menyambut permintaan calon menantunya tersebut. Al-Lasemi tidak dapat hadir ke nusantara sebab wadifah mengajarnya tidak dapat ditinggalkan.

Mendengar Kiai Hasyim Asy’ari bersama rombongan (Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syansuri, dan Kiai Dahlan Jombang) akan berkunjung ke Pesantren Sarang, maka Kiai Ahmad menyuruh Kiai Zubair Dahlan untuk mengambil air kulah (jading wudu) yang nantinya dimintakan doa dan ludah kepada kiai-kiai Jombang tersebut. Air yang didoakan tadi nantinya akan diminumkan kepada Nyai Mahmudah yang waktu sedang dalam detik-detik melahirkan. Peristiwa itu terjadi tiga hari sebelum Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 M.

Berkah doa para Muassis Nahdlatul Ulama, akhirnya Nyai Mahmudah melahirkan dengan lancar pada 28 Oktober 1928 M. Bayi tersebut diberi nama Maimoen, yang kelak dikenal dengan Kiai Maimoen Zubair atau Mbah Moen Sarang. Nama Maimoen ini berasal dari mimpinya Kiai Zubair Dahlan saat istrinya sedang mengandung sekitar 7/8 bulan. Ia mimpi ditemui perempuan tua (nenek-nenek) yang memberikan pesan, “Wahai Zubair, jika kamu diberi rezeki anak laki-laki, maka namakan dia Maimoen.”

**
Selamat ulang tahun, kiaiku Kiai Haji Maimoen Zubair. Meskipun engkau sudah tiada, namun kami para santri dan muhibbin akan senantiasa mengingatmu, melanjutkan ajaran-ajaran yang engkau wejangkan kepada kami yang sanad keilmuannya bersambung kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Yogyakarta, 27 Oktober 2021 
Amirul Ulum
(Santri Mbah Moen Sarang)
Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar Walahaulawala Quwwata illabilla hil 'aliyil 'azhim. Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala ali Muhammad. Astaghfirullahal 'azhim wa atubu ilaih

Dalam kebersamaan, kita temukan kedamaian.

Temukan kisah, nilai, dan inspirasi dari tanah kelahiran di blog kami:

Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur

📖 Baca sekarang dan rasakan hangatnya budaya dan spiritualitas lokal.

#MajelisSekumpul #SadulurSalembur #BlogKomunitas #NilaiLokal

Terima kasih telah membaca di Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur.

Jangan lupa bagikan artikel ini jika bermanfaat!

Kebiasaan Orang-orang Shakeh Saadah Bani Alawi

Kebiasaan Orang-Orang Shaleh Saadah Bani Alawi

Kenapa para Saadah Alawiyin kemana-mana selalu membawa subhah (tasbih) baik dipegang atau di masukkan didalam sakunya?

Kenapa Saadah Alawiyin selalu melazimi minuman kopi di setiap majelisnya baik kopi asli ataupun yang sudah dicampur dengan susu dan Rempah-rempah lainnya?

Kenapa Saadah Alawiyin gemar sekali berziarah baik kepada Auliya ataupun Orang-orang yang dianggap golongan orang yang Shaleh baik yang hidup maupun yang sudah meninggal?

Ternyata inilah jawabannya.
Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad (Quthb Al-Irsyad Shohiburrotib) bermimpi bertemu Rasulullah SAW dan Beliau mengatakan, "Ya Rasulullah berilah aku satu ucapan atau sabdamu yang belum pernah engkau sampaikan kepada para Sahabat, aku minta khusus buatku langsung dari Engkau Ya Rasulullah."

Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

1. Siapa yang memegang tasbih maka dia dicatat sebagai orang yang bertasbih meskipun dia tidak bertasbih.
2. Siapa yang minum kopi (untuk menahan kantuk dari ta'at pada Allah Swt, misal: saat majelis, qiyamullail, dan sebagainya) selama aroma kopi itu masih ada dimulutnya maka malaikat memintakan ampun / beristighfar untuknya.
3. Barang siapa mengunjungi seorang Wali yang masih hidup maupun telah meninggal dunia, maka ibadahnya mengunjungi wali itu lebih baik dari pada ibadah selama 70 tahun sampai tulangnya Putus-putus."
Inilah kenikmatan dari Allah Swt melalui salah satu dzurriyah / keturunan Rasulullah Saw yang mulia kedudukan lahir dan batinnya dihadapan kakek beliau Saw yang Agung Sayyidina Muhammad Saw.

Diriwayatkan dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud bahwasanya Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang melihatku disaat tidur maka sungguh dia telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku." (HR. Imam At-Tirmidzi).

wallahu a'lam.....
Silakan dishare, semoga utas ini bisa menjadi penyejuk kita yang seminggu ini beraktivitas.

Doa terbaik minggu ini untuk beliau-beliau, para Habaib

Di Hadapan Mbah Kholil, Orang Sembuh Tanpa Sadar

Di Hadapan Mbah Kholil, Orang Sembuh Tanpa Sadar

Suatu hari, ada seorang keturunan Cina sakit lumpuh, padahal ia sudah dibawa ke Jakarta tepatnya di Betawi, namun belum juga sembuh. Lalu ia mendengar bahwa di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit.
Kemudian pergilah ia ke Madura yakni ke Mbah Kholil untuk berobat. Ia dibawa dengan menggunakan tandu oleh 4 orang, tak ketinggalan pula anak dan istrinya ikut mengantar.

Di tengah perjalanan ia bertemu dengan orang Madura yang dibopong karena sakit (kakinya kerobohan pohon).
Lalu mereka sepakat pergi bersama-sama berobat ke Mbah Kholil. Orang Madura berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. 

Kira-kira jarak kurang dari 20 meter dari rumah Mbah Kholil, muncullah Mbah Kholil dalam rumahnya dengan membawa pedang seraya berkata: “Mana orang itu?!! Biar saya bacok sekalian.”
Melihat hal tersebut, kedua orang sakit tersebut ketakutan dan langsung lari tanpa ia sadari sedang sakit. Karena Mbah Kholil terus mencari dan membentak-bentak mereka, akhirnya tanpa disadari, mereka sembuh.
Setelah Mbah Kholil wafat kedua orang tersebut sering ziarah ke makam beliau.

Sumber: 
Buku “Tindak Lampah Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar”

Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar Walahaulawala Quwwata illabilla hil 'aliyil 'azhim. Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala ali Muhammad. Astaghfirullahal 'azhim wa atubu ilaih

Dalam kebersamaan, kita temukan kedamaian.

Temukan kisah, nilai, dan inspirasi dari tanah kelahiran di blog kami:

Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur

📖 Baca sekarang dan rasakan hangatnya budaya dan spiritualitas lokal.

#MajelisSekumpul #SadulurSalembur #BlogKomunitas #NilaiLokal

Terima kasih telah membaca di Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur.

Jangan lupa bagikan artikel ini jika bermanfaat!

Kisah Gus Miek dan Masuk Islamnya Orang Tionghoa

Kisah Gus Miek dan Masuk Islamnya Orang Tionghoa

Dulu, ada seorang warga Tionghoa bercerita kepada ayah, "Gus Miek itu luar biasa..." begitu kalimat yang pertama kali idi ucapkan. Kemudian ia melanjutkan ceritanya: "Saya dulu pernah menderita sakit komplikasi. Semua rumah sakit unggulan di Indonesia angkat tangan. Sampai saya mencoba berobat ke beberapa tempat di luar negri, namun hasilnya sama. Semuanya angkat tangan. Tak sedikit biaya yang saya keluarkan."
"Bahkan saya sudah putus asa, tak tahu lagi mau berobat kemana. Namun, di tengah keputusasaan saya, ada salah seorang tetangga yang menyarankan saya untuk mendatangi orang pinter di Jawa Timur. Antara yakin dan tidak yakin, saya berangkat mencari alamat yang ditujukan," kenang orang tersebut.

Lanjutnya, "Sesampainya di sana, dan bertemu orang pinter yang dimaksud, saya mengutarakan semua keluhan saya. Beliau hanya menyarankan beberapa hal yang menurut saya tak ada hubungannya dengan penyakit yang saya derita. Setelah itu saya pulang, dan mempraktekan apa yang diperintah orang pinter itu. Meskipun sedikit tidak percaya."

"Beberapa bulan kemudian, saya ceck up ke dokter. Dan, betapa kagetnya dokter itu, tidak percaya bahwa penyakit saya sembuh total. Saya bahagianya bukan main," tuturnya sembari tersenyum. "Kemudian, saya datangi lagi orang pinter tersebut dengan maksud berterimakasih. Setelah bertemu, saya tawarkan kepada beliau. 'Kiai, mau minta apa? Rumah? Mobil? Atau nominal uang? Terserah Pak Kiai'. Namun, beliau hanya berucap: 'Saya tidak membutuhkan apa yang Panjenengan tadi sebutkan. Saya hanya minta satu, Panjenengan masuk Islam. Bersyahadat'. Dan, dengan disaksikan beliau, saya bersyahadat dan mengikrarkan bahwa saya masuk Islam sampai sekarang." 
________________________
Oleh: Muhammad Wamiq Hammadallah
Sumbermuslimedianews

Mengapa Makam Maulana Maghrobi Ada Banyak?

Mengapa Makam Maulana Maghrobi Ada Banyak? 

Ini Jawaban Habib Luthfi
Sejarah Wali di Pekalongan

Pada jaman dahuluuu.....
Salah satu wali di Tapanuli Ahmad Syah Jalal (cucu Raja Naser abad India) menikah dengan putri raja Champa (Indocina, Vietnam-Kamboja) yang kemudian melahirkan Syekh Jamaludin Husen, memiliki 11 anak. Itulah kakek dari wali 9. 

Syekh Jamaludin inilah yang melakukan perjalanan -beserta rombongan para ulama yang dari Timur Tengah dan Maroko, hingga sampai ke Indonesia. Rombongan tersebut disebut sebagai al-Maghrobi (sebutan daerah Maghrib, Maroko).
Setelah bertemu di Pasai, Aceh, rombongan tersebut langsung menuju ke pulau Jawa, tepatnya di Semarang. Dari Semarang mereka meneruskan perjalannya ke Trowulan-Mojokerto. Karena akhlak dan budi pekertinya yang baik, beliau sangat dihormati di kerajaan Majapahit.
Meskipun beda agama, pada waktu itu, beliau mendapat beberapa bidang tanah dari Maha Patih Gajah Mada, utamanya untuk kepentingan membuat sebuah padepokan pendidikan santrinya tidak hanya bersala dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.
Syekh Jamaludin Husen juga sangat popular disebut dengan Syeikh Jumadil Kubro. Rombongan beliau berpencar dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Yang terbanyak di Jawa Timur, Jawa Tengah, lalu sebagian kecil ke Jawa Barat.
Dan makam-makam beliau-beliau ini. di kemudian hari, dinamakan al-Maghrobi. Makam dengan julukan itu sangat banyak, dan hal itu wajar karena orangnya bukan satu, tapi banyak.
Rombongan kedua dipimpin oleh dua tokoh, yang pertama Maulana Malik Ibrahim dan Sayyid Ibrohim Asmoroqondi (As Samarqondi) atau Pandito Ratu. Ketika itu, rombongan Maulana Malik Abdul Ghofur yang juga merupakan kakak Maulana Malik Ibrohim disebut pula sebagai al-Maghrobi-al-Maghrobi. Rombongan ini ternyata lebih banyak dari jumlah sebelumnya. 
Maulana Malik Ibrohim adalah cucu dari Syekh Jumadil Kubro. Rombongan ini juga berpencar, dan di antara robongan-rombongan tersebut ada yang sampai ke Pekalongan. Jumlahnya ada sekitar 25 orang maulana-maulana al Maghrobi. Makam beliau juga terpencar-terpencar dengan nama yang sama, Maulana Maghrobi.
Prabu Siliwangi (kerajaan Pajajaran) memanggil Maulana Maghrobi dengan sebutan kakek (pernahnya). Artinya, Maulana Maghrobi itu lebih tua dari Prabu Siliwangi. Di antara anggota rombongan itu, ada yang wafat satu orang, dimakamkan di pesisir Semarang, yang juga dikenal dengan nama Syekh Jumadil Kubro. Lokasinya dekat Kaligawe.

Dan ada juga yang wafat di Pekalongan, nama yang pertama adalah Maulana Syarifudin Abdullah, Hasan Alwi al Quthbi. Beliau bersama rombongannya tinggal di daerah Blado, Wonobodro. Lalu ada dua orang lagi bernama Maulana Ahmad al Maghrobi dan Maulana Ibrohim Almaghrobi, tinggal di daerah Bismo. Tiga tokoh tersebut dimakamkan di Bismo dan Wonobodro.

Yang di Bismo membangun masjid di Bismo, sementara yang di Wonobodro membangun masjid juga di Wonobodro. Yang di Setono (pekalongan), ada Maulana Abdul Rahman dan Maulana Abd Aziz Almaghrobi. Di antaranya lagi, tersebut nama Syekh Abdullah Almaghrobi Rogoselo, Sayidi Muhammad Abdussalam Kigede Penatas Angin.

Jadi, Almaghrobi tersebut ada empat generasi; generasi Jamaludin al Husen, generasi Ibrohim Asmoroqondi dan generasi Malik Ibrohim, lalu generasi Sunan Ampel. Yang dimakamkan di Paninggaran, daerah Sawangan, Wali Tanduran, adalah termasuk generasi kedua, walaupun bukan golongan al Maghrobi. Beliau sangat gigih dalam syi’ar Islam di Paninggaran. 
Kalau dalam bahasa Sunda, paninggaran itu berarti cemburu. Pekalongan ini masih terpengaruh Jawa Barat dan sebagian Jawa Timur. Karena perbatasan Mangkang itu wilayah Majapahit, dan Mangkang ke arah barat sudah termasuk ikut wilayah Pajajaran Kuno. Pekalongan sendiri terpengaruh bahasa-bahasa Sunda dengan salah satu buktinya, ada nama tempat berawalan Ci, yakni Cikoneng Cibeo, di daerah Sragi.
Jadi, sebelum sebelum wali 9 yang masyhur seperti Sunan Ampel, Sunan Giri Sunan, Kali Jogo dan lainnya, sudah ada wali sembilan seperti Lembaga Wali Sembilan jamannya Sunan Ampel itu. Lembaga wali Sembilan ini seperti Wali Abdal, yang jumlahnya ada 7. Wafat satu akan ada yang menggantikannya. Wafat satu, berganti dan seterusnya. Jumlahnya tidak lepas dari 7. Nah wali 9 pun demikian.

Termasuk Kigede Penatas Angin itu Walisongo. Yang Wonobodro juga bagian dari Walisembilan, tapi tentu masuk generasi sebelum Walisongo yang masyhur itu. Ki Gede Penatas Angin adalah yang mempertahankan Pekalongan dari serangan Portugis.

Pada waktu wali 9, di zaman Sunan Gunung Jati, sudah ada yang masuk ke Pekalongan. Namanya Kiyai Gede Gambiran, di pesisir pantai. Tapi karena terkena erosi, sekarang Gambiran sudah tidak ada.
Ada lagi Sayid Husen, di daerah Medono, dikenal sebagai makam Dowo Syarif Husen, hidup dijaman wali 9 juga, antara tahun 1590 an, sebelim masuk pejajahan Belanda.
Walaupun tidak banyak disebut dalam sejarah Demak, Pekalongan dulu sangat dekat dan erat. 
Pada tahun 1900, Pekalongan lebih sedikit pelabuhannya di sekitar Loji, daerah hilir. Makanya di daerah sekitar itu, nama-nama desanya ada yang dijuluki Bugis; Bugisan, Sampang; Sampangan. Pekalongan pada waktu itu sudah mulai maju, baik dalam pendidikan agama, ekonomi maupun lainnya. Di Dieng dan daerah sekitarnya, ada beberapa Candi. Itu menunjukkna kultur di Pekalongan sudah maju.
Di daerah Reban sampai Blado pernah ditemukan situs air langga. Itu semua menunjukan kalau Pekalongan sudah tua, hanya kita belum menemukan bukti secara kongritnya. Di antara bukti lainnya adalah pada jaman Sultan Agung Pekalongan, sudah ada tempat atau lumbung-lumbung padi dan beras. Dan diantara tokoh-tokoh yang berperan pada waktu itu adalah tokoh yang di makamkan di Sapuro, yaitu Ki Gede Mangku Bumi. Sayang makamnya sudah rusak. Jaman almarhum Pak Setiono, saya masih sempat meminta untuk menulis tentang tokoh itu. Beliau meninggal pada tahun 1517 Masehi, makamnya di Sapuro, belakang masjid. 
Ada lagi tokoh lain -walaupun aslinya dari Bupati Pasuruan,- namanya Raden Husen Among Negoro. Beliau meninggal tahun 1665 dan dimakamkan di belakang masjid Sapuro. Beliau adalah Putra Tejo Guguh, Putra bupati Kayu-Gersik ke dua. Beliau ini yang menurunkan bupati Pekalongan pertama.
Pada waktu itu penduduk sudah ramai disusul dengan beberapa tokoh yang lain seperti Ki Hasan Cempalo atau Kyai Ahmad Kosasi, sang menantu. 
Bupati Pekalongan bernama Adipati Tanja Ningrat meninggal tahun 1127 H. dimakamkan di Sapuro juga, hidup sezaman dengan Jayeng Rono Wiroto, putra Amung Negoro Kyai Gede Hasan Sempalo.

Dan di Noyontaan (Jl. Dr. Wahidin), ada juga tokoh bernama Kiyai Gede Noyontoko, sehingga desa tersebut disebut Noyontaan, sebab waktu itu, yang membuka daerah adalah Ki Gede Noyontoko.

Dulu di belakang rumahnya Pak Teko, meninggal tahun 1660 M. Banyak lagi tokoh sepuh Pekalongan lainnya, seperti Wali Rahman di Noyontaan, dulu di Tikungan Jl. Toba atau di depan pabrik Tiga Dara, tapi sekarang makam nya sudah hilang. Alfatihah

Keterangan:
Dipetik dan diedit dari wawancara Kabag Humas Kab. Pekalongan pada Al-Habib M. Lutfi bin Yahya di Kayu Geritan. (Facebook: Falah)

Wejangan KH. Arwani Amin untuk Santri-Santrinya

Wejangan KH. Arwani Amin untuk Santri-Santrinya

"Kuncine ngaji al-Quran iku ono telu (Kuncinya ngaji al-Qur’an itu ada tiga):

1) Ojo nyawang sopo gurune (Jangan melihat siapa gurunya),
2) Ora usah isin karo umur (Jangan malu karena umur), dan 
3) Suwe waktune (lama waktu tempuhnya)."

***

Begini ulasan selengkapnya:

1. Faktor Pangkat
"Ora gelem ngaji al-Quran mergo pangkat/kedudukan gurune luwih rendah? Gusti Kanjeng Nabi Muhammad Saw. iku muride Malaikat Jibril As. ing babakan wacan al-Quran.
Beliau ora isin ngaji al-Quran (musyafahah) marang Malaikat Jibril senajan secara pangkat derajat/kedudukan Malaikat Jibril iku luwih rendah." (Tidak boleh ada lagi alasan tidak mau mengaji al-Quran karena kedudukan guru lebih rendah.
Nabi Muhammad Saw. saja tidak malu mengaji al-Quran kepada Malaikat Jibril walaupun derajat Rasulullah jauh di atas Malaikat Jibril).

2. Faktor Usia
"Males ngaji al-Quran mergo umur wis tua? Gusti Kanjeng Nabi Muhammad Saw. iku mulai ngaji al-Quran marang Malaikat Jibril As. umur 40 tahun." (Tidak boleh ada lagi alasan tidak mau mengaji al-Quran karena umur sudah tua. Nabi Muhammad saja mulai belajar al-Quran kepada Malaikat Jibril pada umur 40 tahun).

3. Faktor Lama
"Isin ngaji al-Quran mergo suwe waktune? Kanjeng Nabi Saw. ora pernah ngrasa isin (minder) ngaji al-Quran marang Malaikat Jibril As. awit beliau Saw. umur 40 tahun tekane 63 tahun (wafat)." (Tidak boleh ada lagi alasan tidak mau mengaji al-Quran karena waktunya lama. Nabi Muhammad saja mengaji al-Quran dari umur 40 hingga 63 tahun (wafat, yakni ngaji selama 23 tahun).

Sumber: Wejangan KH. Arwani Amin untuk Santri-Santrinya

Saya NU, tapi NU-nya Mbah Hasyim Bukan NU seperti SEKARANG

Saya NU, tapi NU-nya Mbah Hasyim
Bukan NU seperti SEKARANG 

KH. Marzuki Mustamar Bungkam Gerombolan Kelompok yang Tuduh Liberal kepada Gus Dur, Kyai Sa'id dan NU.

Saat tabayyun di Lirboyo, Kyai Said menjelaskan semua tuduhan yang dialamatkan kepada Kyai Said di hadapan Mbah Idris, Mbah Anwar Mansur, Gus Imam dan Masyayikh Lirboyo lainya.
Mulai tuduhan Syi’ah, tuduhan makelar Seminari, tuduhan liberal, tuduhan antek Wahabi, semuanya dijelaskan dihadapan para masyayikh Lirboyo saat itu, dan clear bahwa tuduhan itu adalah fitnah yang keji Kyai Marzuki mengajak dialog para hadirin :
"Saiki aku tak tekon sampean kabeh! 
Kalau guru-guru Kyai Said wis ridho, wis iso nompo penjelasane Kyai Said, njur sampean kabeh sing dudu guru lan dudu sopo-sopo kok gak percoyo Kyai Said, opo sampean luwih alim dari Mbah Idris Lirboyo?

Luwih pinter dari para masyayikh Lirboyo? yen sampean luwih pinter lan luwih alim, yo sak karepmu (pungkas Kyai Marzuki).
Saiki masalah NU, banyak orang yang bilang : ”Saya NU nya mbah Hasyim yang lurus, bukan NU ala Gus Dur yang liberal bukan pula NU yang dipimpin Kyai Said”
Sing muni ngunu iku mesti wong gak faham Muktamar 33 di Jombang yang oleh Ahlul Halli Wal Aqdi(AHWA) secara defacto dan de jurro menyatakan Kyai Said dan Kyai Ma’ruf Amin adalah Rois Aam dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ AHWA kui sopo wae?
Ada Mbah Maimun Zubair Sarang, Kyai Ma’ruf Amin Jakarta, Kyai Nawawi Abdul Jalil Sidogiri Pasuruan, Kyai Mas Subadar Pasuruan, Tuan Guru Turmudzi NTB, Kyai Maktum Hanan Cirebon, Kyai Ali Akbar Marbun Medan, Kyai Dimyati Rois Jawa Tengah, dan Kyai Kholilurrahman Kalimantan Selatan Semuanya sudah "ACC" bahwa Rais Aam dan Pimpinan PBNU periode 2015-2020 adalah Kyai Ma’ruf Amin dan Kyai Said Aqil Sirajd
Lha opo sing ngomong : ” Saya NU Asli Ala Mbah Hasyim bukan NU ala Gus Dur” kui luwih ngalim tinimbang mbah Maimun Zubair? Luwih ngalim dari mbah Nawawi Abdul Jalil Pondok Sidogiri Pasuruan? dan lebih ngalim dari para anggota AHWA yang sudah menetapkan PBNU yang Syah?
Sak karepmu wis.
Kemudian, kalau ada alumni Lirboyo. alumni Sidogiri atau alumni pondok manapun yang tidak percaya pada Kyainya, gurunya, sampean delok nek kitab ngumaryotho (عمريطى) (sebutan ngumaryotho adalah sindiran Kyai Marzuki kepada yang ngaku ustafz tapi gak bisa baca kitab gundul sehingga tulisan arab yang haruse dibaca Imrithi malah dibaca ngumaryotho) nadhoman unine “idzil fata Hasba’ tiqoodihi rufi’, wa kullu man lam yantaqid lam yantafi'” (setiap murid yang punya cita-cita tinggi tapi kok gak punya keyakinan pada gurunya, maka murid tersebut tidak akan mendapat ilmu manfaat”. Dadi santri kok suudzon dengan gurunya, ya susah mendapat kemanfaatan. Oleh karenanya, mari kita husnudzon kepada para Kyai-Kyai kita, lha kalau gak bisa, gak ngalim, apalagi bukan ahli ibadah, lebih baik diam, jangan kebanyakan tanya dan ngritisi tanpa nandhangi gawean. Jelas semuanya?(tanya Kyai Marzuki kepada hadirin).

Sak iki masalah Gus Dur, kalau ada yang bilang Gus Dur liberal, Gusdur antek Asing, iku mesti wong sing durung teko pikirane. Gus Dur kontroversi, betul. Tapi kontroversi tersebut adalah siasat, tak-tik, strategi untuk mencapai tujuan kemaslahatan dan mengurangi kemadharatan. Lha kok gak seperti mbah Hasyim? karena situasi dan jaman yang berbeda, maka butuh tak-tik dan strategi yang berbeda pula. Misalnya, Gus Dur berpelukan dengan Romo Mangun Jogja Selatan, seorang misionaris handal. Menurut Kyai Mahfudz Jogja, rangkulan Gus Dur dengan Romo Mangun adalah untuk mengurangi gerakan Kristenisasi di Jogja. Lha kok bisa? ya bisa saja. Kalau Gus Dur akrab dan dekat dengan Romo Mangun, pastilah saat kegiatan sosial, bagi sembako, pengobatan, pastilah sang Romo ngajak Gus Dur. Lha saat kegiatan bateng Gus Dur, sang Romo Mangun gak berani melakukan dan menjalankan misi Kristenisasi seperti biasa. Inilah cerdasnya Gus Dur.

Trus masalah Gus Dur meresmikan Kong Hu Cu dan Tahun baru Imlek sebagai agama sah orang China serta Imlek sebagai libur nasional. Sesungguhnya, ini adalah tak-tik dan strategi Gus Dur untuk membebaskan Muslim di China untuk bebas menjalankan agama Islam dan bisa melaksanakan Haji ke Baitullah. Karena sebelumnya, seluruh muslim yang ada di China ditekan dan diawasi serta dilarang menjalankan kegiatan beragama, termasuk larangan berhaji. Alhamdulillah, Marzuki menjadi saksi pada tahun 2000 untuk pertama kali ada jama’ah haji dari China, setelah Gus Dur melakukan lobi dan negoisasi dengan perdana menteri China saat Gus Dur menjabat Presiden RI. Genah ora? tanya Kyai Marzuki kepada para hadirin yang disambut tepuk tangan dan shalawat nabi.

Gus Dur iku, lek wulan poso ngaji kitab Hikam, Fathul Mungin yo nglonthok, Thariqohe Syadziliyah, wiridan yo sregep, Tirakate luar biasa, Ahlussunnah wal Jama’ah Asy ‘ariyah wal Maturidiyah, Hizbnya juga Josh, NU patlikur karat. Ora ono bedhane dengan Abahe K.H Wahid Hasyim, pun pula gak ada nylewengnya dengan NU yang di dirikan mbah Hasyim Asy’ ari. Sampean rungokne, Gus Dur iku, cucu laki-laki pertama dari anak pertama. Sampean pikir lan mbayangke “kepriye tresnane simbah maring putu lanang dari anak pertama sing pinter sisan”. Saya yaqin, Gus Dur pasti ada di hati kakeknya. Dadi lek ono sing wani-wani ngino Gus Dur, iku podo ngino mbah Hasyim. Paham blok? blok lor blok kidul.

Lha njur kok ada yang bilang NU ala Mbah Hasyim bukan NU ala Gus Dur bukan pula NU Kyai Said. Ini sebenarnya adalah strategi kelompok di luar NU untuk memecah NU dan menghancurkan NU.

Mangkane dulur, monggo kito husnudzan kalian Kyai kito, lek sampean bingung, tekon, lek gak bisa ya diam, gak usah kokean omongan. Ingat cerita nabi Musa yang banyak bertanya saat mengikuti nabi Hidr untuk belajar kepada nabi Hidr. Gara-gara kebanyakan bertanya, nabi Musa harus berpisah dengan Hidr A.S. Kalau ditanyakan bagaimana cara meyakini kebenaran pendapat para Kyai kita? Caranya adalah dengan menghormati dan mengikuti dawuh-dawuhnya. Ojo sampek ono crito, warga NU luwih percaya dengan orang diluar NU. Jangan pula orang NU justru separuh Wahabi utowo ISIS. Sopo kui Wahabi? Di dalam kitab An Nushus al Islamiah al Rad ‘ala Madzhabil Wahabiyyah Karya Kyai Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang Gresik Wakil Rais Akbar dan Pendiri NU. Dalam kitab ini juga ada tulisan Mbah Maimun Zubair dan Kyai Aziz Mashuri Denanyar. ‏Disana dijelaskan siapa itu Wahabi ;
 " وقد اعد هذه الفرقة اعداء الاسلام واطلقوا عليها الحركه السلفيه لتحارب الاسلام باسم الاسلام. اما شيخهم محمد ابن عبد الهاب فقد تخرج على يد جاسوس المستعمرات البريطانيه، جيفري همفر”
Dan musuh-musuh Islam telah mempersiapkan sebuah sekte/firqah yang diberinama gerakan kelompok salafi dengan maksud dan tujuan untuk memerangi dan menghancurkan Islam menggunakan nama Islam. Adapun pendiri Wahabi yang juga disebut salafi adalah Muhammad bin Abdul Wahab yang telah berlutut dibawah kendali inteljen tentara Britania (CIA) yang bernama Jefri Hampher. Jadi musuh-musuh Islam sengaja menghancurkan Islam dengan nama dan sebutan Islam juga. podo karo arep menghancurkan NU dengan Nama NU juga, makane ono NU garis-garisan kui, sing kemana-mana selalu nggaris kancane.

Kadang juga, akeh wong NU sing kapusan mbi pakaian sing digawe ” Serbane gedhe, gamisan klimis, lek ngomong sitik-sitik “kher-kher alhamdulillah” ternyata akhir-akhirane ngajak musuhi tokoh NU, ragu dengan amaliyah NU, ragu dengan Kyai, karena kyai gak ngarab-ngarab blas, mung tampilane yo sarungan, irunge yo gak mbangir, bajune pakai hem, kopyahan ireng. Sampean eling-eling ; 
 " ابغض العبد الى الله ثوبه الانبياء و عمله جبالين”
hamba yang paling dibenci oleh Allah adalah hamba yang berpenampilan ala nabi tapi amalnya katrok kayak orang pelosok pegunungan(jauh dari peradaban). Hormat Habib iya, ta’dzim Kyai juga harus. Senajan jenenge Paijo lek memang ‘alim, lan nglonthok kitab kuning, akhlaqe luhur terpuji, iku wajib dihormati ketimbang sing jenenge ndek KTP Hadrotus syekh bin syekh as Syekh. tapi gak iso moco kitab kuning lan gak gelem ngaji lan gak gelem ngamalne ajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW
.
Monggo Halal di share dan di copas Tuisan dari Ibnu Ja'far

Dalam kebersamaan, kita temukan kedamaian.

Temukan kisah, nilai, dan inspirasi dari tanah kelahiran di blog kami:

Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur

📖 Baca sekarang dan rasakan hangatnya budaya dan spiritualitas lokal.

#MajelisSekumpul #SadulurSalembur #BlogKomunitas #NilaiLokal

Terima kasih telah membaca di Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur.

Jangan lupa bagikan artikel ini jika bermanfaat!

Sejarah Berdirinya Gerakan Pemuda Ansor

Sejarah Berdirinya Gerakan Pemuda Ansor

Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan.
<>Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G 30 S/PKI, peran Ansor sangat menonjol.
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ”konflik” internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab –yang kemudian menjadi pendiri NU– membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab, “ulama besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris H. Achmad Barawi dan Abdus Salam.
Dalam perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang, mengembangkan organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya dalam baris berbaris dengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang adalah Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan diabadikan sebagai sama salah satu jalan di kota Malang.
Salah satu keputusan penting Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirikannya Banoe di tiap cabang ANO. Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut soal Banoe.
Pada masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh.
Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim, Menteri Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).

GP Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan.GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki 433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah (Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya mengelola keanggotaan khusus BANSER (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.

Di sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat Indonesia.
GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya.
GP Ansor tetap eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi dan peran yang stategis dalm setiap pergantian kepemimpinan nasional.
Foto: Para tokoh Muda yang tergabung dalam organisasi pemuda Syubbanul Wathan (Pemuda Tanh Air) berpose di depan gedungnya di Kawatan, Surabaya.

NU Online

Dalam kebersamaan, kita temukan kedamaian.

Temukan kisah, nilai, dan inspirasi dari tanah kelahiran di blog kami:

Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur

📖 Baca sekarang dan rasakan hangatnya budaya dan spiritualitas lokal.

#MajelisSekumpul #SadulurSalembur #BlogKomunitas #NilaiLokal

Terima kasih telah membaca di Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur.

Jangan lupa bagikan artikel ini jika bermanfaat!

Foto Mbah Kiai Marzuqi

Foto Mbah Kiai Marzuqi .

Kerapkali pengurus Pondok Pesantren Lirboyo mengambil foto Mbah KH. Marzuqi Dahlan, beliau marah. Bahkan, klisenya hangus walaupun dipotret secara sembunyi-sembunyi. Ini membuat sedih para pengurus saat itu, karena sama sekali tidak mempunyai foto sang pengasuh.

Namun, ketika KH. Abd. Aziz Manshur menjabat sekretaris pondok, di mana saat itu diketuai oleh KH. A. Idris Marzuqi, beliau memiliki ide brilian. KH. Bahrul Ulum Marzuqi, putra mbah Marzuqi yang saat itu berusia sekitar 10 tahun, beliau ajari cara mengoperasikan kamera, dan memintanya untuk memotret sang Bapak dalam beberapa momen.

Alhasil, ketika yang memotret adalah putranya sendiri yang sedang lucu-lucunya, Mbah Marzuqi tidak marah, sehingga kita bisa mengenang wajah beliau hingga sekarang. Lahum al-Fatihah.

Sumber FB ULAMA & KIAI Nusantara

Seorang murid mengeluh kepada salah satu guru Sufi

Seorang murid mengeluh kepada salah satu guru Sufi.

Dia berkata, “Wahai Syekh, mengapa saya selalu ditinggalkan dan dikhianati orang-orang yang aku berbuat baik kepada mereka?” Syekh tidak menjawabnya.

Dia bertanya lagi, “Mengapa orang-orang yang aku cintai dan ikhlas terhadap mereka justru meninggalkanku?” Syekh tidak menjawabnya.

Dia bertanya lagi, “Mengapa orang-orang yang aku cintai telah wafat sementara musuh-musuhku masih hidup?” Syekh tidak menjawabnya.

Sang murid mulai menangis dan bertanya lagi, “Mengapa aku merasa sendiri dan asing dalam hidup ini?” Syekh diam saja.

Sang murid bertanya lagi, “Mengapa orang-orang tidak berbaiksangka terhadapku?” Syekh tidak berbicara sedikit pun.

Sang murid bertanya, “Mengapa orang-orang yang aku jujur terhadap mereka justru mendustaiku? Mengapa orang-orang yang aku bersikap lembut terhadap mereka justru bersikap kasar terhadapku?” Syekh tidak berkomentar.

Sang murid mengeluh kembali, “Mengapa tanganku mengulurkan kebaikan sementara tangan orang lain justru mengulurkan keburukan terhadapku? Mengapa mereka membalas cintaku dengan kejahatan?” Dia mulai menangis kembali.

Syekh bangkit dan meletakkan tangannya ke dada sang murid dan berkata, “Saudaraku, aku tidak mengerti mengapa engkau bisa dicintai Allah dengan segala ketentuan-Nya. Boleh jadi engkau salah satu orang yang Allah singgung dalam firman-Nya, “Merekalah orang-orang yang berbuat baik,” yaitu yang telah mencapai kedudukan orang-orang yang sabar dan berbuat baik.” Ketahuilah saudaraku, sungguh engkau datang kepadaku mengeluhkan betapa cintanya Allah kepadamu.
Sang murid terdiam dan menatap tanah seraya mengucurkan air mata kebahagiaan dan berkata, “Aku mendapat musibah dan engkau menguatkan hatiku.” Hikmah :

Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar [39]: 10).

KH. Ilyas Ahmad Jaza' (Ayah Angkat Habib M Lutfi bin Yahya).

Buat Anda apakah Gus Dur itu seorang Kiai, seorang Budayawan atau seorang Politisi?

Buat Anda apakah Gus Dur itu seorang Kiai, seorang Budayawan atau seorang Politisi?

Oleh: @na_dirs 

Sewaktu menjadi Ketua Umum PBNU, Gus Dur juga menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Ini membuat sejumlah Kiai sepuh murka, “Masak ketua NU ngurusi ketoprak!” Banyak yang kemudian juga terkaget-kaget ketika Gus Dur dengan enteng memimpin Forum Demokrasi dan sering mengeluarkan pernyataan mengkritik Presiden Soeharto. 

Sulit kemudian untuk memasukkan jimat NU ini ke dalam satu kategori saja. Tambah satu lagi, Gus Dur sangat menggemari musik klasik dan juga jago mengulas pertandingan sepakbola. Belum lagi ia rajin menulis kolom di Tempo dan Kompas. Apalagi kalau sudah ngebanyol, rasanya pelawak beneran pun kalah lucu sama Gus Dur. Buat banyak orang, Gus Dur ini manusia paling aneh dalam sejarah pesantren. Tapi keanehan itu bukan cuma dimiliki Gus Dur sendirian. 

KH A Mustofa Bisri yang biasa disapa Gus Mus, misalnya. Bagaimana Anda memasukkan beliau dalam kategori? Seorang Kiai yang mengajar kitab kuning dan memberi fatwa? Seorang budayawan karena jago menulis dan membaca puisi? Seorang pelukis? Cerpenis? Kolumnis? Mantan politisi? Kiai kampung karena mengasuh pondok? atau Kiai modern karena pakai gadget dan iPad. Sebetulnya keanehan kedua beliau itu karena kita sendiri yang aneh, yaitu memaksakan memandang orang hanya dengan satu kategori saja. Kalau seorang masuk kategori Kiai, maka kita akan merasa aneh kalau tiba-tiba Kiai mengulas musik klasiknya Mozart atau lukisan Monalisa-nya Leonardo Da Vinci. Atau misalnya ada anak muda bergaya metal yang ternyata fasih membaca Qur’an. Kita terkejut mendapati kenyataan bahwa kategori yang kita pakai untuk menilai orang lain itu ternyata terlalu sempit atau kaku. Dengan kategori yang kaku itu pula kita akan bingung misalnya mendapati seorang profesor hukum yang ternyata di rumahnya dia jago masak. Dia tidak menganggap kemampuannya menganalisa pasal dalam undang-undang itu bertentangan dengan kemampuan dia meracik bumbu masakan. Dua-duanya bisa jalan sendiri-sendiri tanpa pernah tertukar antara pasal dan bumbu.

Begitulah kawan…sebenarnya diri kita ini sangat multi fungsi dan dapat berperan sesuai dengan kemampuan dan situasi yang kita hadapi. Dan berbagai peran itu sebenarnya saling terhubung satu sama lain. Nabi Muhammad menyadari hal ini sehingga ketika para sahabat bertanya mengenai amalan apa yang paling utama, Nabi memberi jawaban berbeda-beda tergantung konteks dan tergantung siapa yang bertanya. Dalam satu kesempatan Nabi SAW menjawab bahwa amalan yang paling utama itu beriman kepada Allah; di lain kesempatan Nabi menjawab “al-shalatu ala waqtiha”; atau pada waktu lain Nabi menjawabnya dengan “zikrullah”. Nabi pernah pula menjawab pertanyaan yang sama dengan ”Engkau bersedekah makanan dan mengucapkan salam kepada yang kau kenal dan yang tidak kau kenal.” Suatu waktu Nabi menjawab “berjihad di jalan Allah” dan juga ada riwayat lain dimana Nabi mengatakan “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar dan mengajarkan Al Qur’an”.

Begitulah kawan…Nabi Muhammad tahu bahwa kondisi kita berbeda-beda sesuai dengan perbedaan peran dan kapasitas kita. Maka banyak sekali pilihan amal yang bisa kita lakukan. Tidak perlu memaksa orang lain mengikuti amalan kita; atau mencemooh karena orang lain memilih prioritas amal yang berbeda dengan kita. Semakin banyak peran yang kita jalankan, semakin banyak ladang amal yang bisa kita kerjakan.
Tulisan ini pernah tayang di akun Facebook Gus Nadirsyah Hosen

Nasihat KH. Asrori Al-Ishaqi

Nasihat KH. Asrori Al-Ishaqi

Titik mangane
Titik turune
Titik omonge
Gak mlebu nok urusane wong liyo

1. Titik mangane artinya (sedikit makan). Maksudnya perbanyaklah berpuasa. Karena dengan berpuasa engkau dapat membersihkan kotoran-kotoran dalam jiwamu. 
2. Titik turune artinya (sedikit tidur). Maksudnya pergunakanlah malam hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan berdzikir, sholat dan ibadah lainnya.
3. Titik omonge artinya (sedikit bicara). Maksudnya jangan banyak bicara yang tidak perlu, bicaralah seperlunya. Contoh : Jangan katakan apa yang kau ketahui tapi ketahuilah apa yang kau katakan. Jangan menjelaskan tentang apa yang tidak ditanyakan kepadamu. Perbanyaklah mendengarkan daripada menjelaskan.

4. Gak mlebu nok urusane wong liyo artinya (tidak ikut campur urusan orang lain). Maksudnya seperti artinya. Yaa.. jangan suka ikut campur urusan orang lain. Karena bisa menimbulkan masalah, selain maslah kepada dirimu juga kepada orang yang kau campuri urusannya, kecuali engkau dimintai pertolongan.

Wallahu a'lam.

Inframe : almaghfurlah Kiai Asrori al-Ishaqi (muda) bersama Ayahanda beliau almaghfurlah Kiai Utsman al-Ishaqi.

Lahuma al-Faatihah

@SejarahUlama

Cerita Mbah Akhyar

Cerita Mbah Akhyar (teman masa kecil Gus Maksum di Kanigoro) Tentang Kyai Jauhari

Dahulu antara tahun 1930-an sebuah desa bernama desa Kanigoro di kecamatan Kras, kabupaten Kediri, adalah daerah abangan yang masyarakatnya minim sekali pengetahuan agama. Tak sedikit dari mereka adalah orang-orang PKI. Daerah itu rawan sekali kejahatan, pembunuhan, sabung ayam, dan kemaksiatan.

Melihat keadaan seperti itu, dua tokoh agama yang berstatus kakak beradik asli dari Kanigoro, yaitu H. Abdulloh (kakek Mbah Akhyar), dan adiknya H. Khusnan
Tidak tega melihat keadaan masyarakat Kanigoro yang penuh kemaksiatan.

Sehingga kedunya sowan ke Lirboyo menghadap Romo Kyai Abdul Karim. Kemudian Haji Khusnan mengutarakan pendapatnya kepada Romo Kyai Abdul Karim agar segera mengirimkan tokoh agama/figur yang mumpuni dari Lirboyo untuk mengislamkan dan mendidik agama dan akhlaq masyarakat desa Kanigoro.

Mendengar keluhan dari Mbah Abdulloh dan Mbah Khusnan, kemudian Romo Kyai Abdul Karim mengumpulkan semua menantu-menantunya, diantaranya; Kyai Abdulloh Sirodj, Kyai Manshur Anwar, Kyai Jauhari Fadli, Kyai Marzuqi Dahlan, Kyai Mahrus Ali

Peristiwa ini terjadi ketika memasuki era tahun 1940-an, " kata Mbah Akhyar".

Lalu Romo Yai Abdul Karim mengutus kepada para menantunya itu salah satu untuk pergi ke Kanigoro. Tetapi mereka hanya diam saja.

Kemudian Kyai Abdul Karim berkata:
“Kalau sampean-sampean tidak ada yang sanggup, saya sendiri yang akan pergi ke Kanigoro”.

Mendengar perkataan mertuanya itu, akhirnya Kyai Jauhari memberanikan diri untuk ke Kanigoro, beliau matur ke mertuanya: “kulo mawon bah, ingkang pergi teng Kanigoro, sekalian garwo lan putro kulo beto teng Kanigoro”.

Berangkatlah Kyai Jauhari ke Kanigoro bersama keluarganya. Disana beliau sudah di sediakan Masjid dan rumah oleh dua bersaudara tadi, untuk tempat mengajar dan tempat tinggal bersama keluarganya. Sekarang masjid Kanigoro menjadi besar dan paling besar se-kecamatan Kras.

Kyai Jauhari di Kanigoro yang dimaksud kemungkinan besar adalah KH. Abdullah Jauhari, ayahanda dari KH. Maksum Jauhari atau yang lebih dikenal dengan Gus Maksum Lirboyo. Gus Maksum sendiri lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada tanggal 8 Agustus 1944.

Beberapa poin penting mengenai kisah Kyai Jauhari di Kanigoro, terutama dalam kaitannya dengan putranya, Gus Maksum, adalah:

Asal dan Keluarga: KH. Abdullah Jauhari merupakan sosok yang dihormati di Kanigoro. Beliau adalah ayah dari Gus Maksum Jauhari, seorang ulama besar dan pendekar yang menjadi cucu dari pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, KH. Manaf Abdul Karim (KH. Abdul Karim). Ini menunjukkan garis keturunan keilmuan dan keagamaan yang kuat dalam keluarga tersebut.
Peran dalam Pendidikan Gus Maksum: Semasa kecil, Gus Maksum Jauhari belajar agama kepada orang tuanya, KH. Abdullah Jauhari, di Kanigoro. Hal ini menunjukkan bahwa Kyai Jauhari adalah guru pertama dan utama bagi Gus Maksum dalam menimba ilmu agama.
Peristiwa Kanigoro (1965): Kanigoro, tempat tinggal Kyai Jauhari, menjadi saksi bisu salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia, yaitu Peristiwa Kanigoro pada 13 Januari 1965. Dalam peristiwa ini, massa PKI menyerbu Pondok Pesantren Al-Jauhari di Desa Kanigoro (yang diasuh oleh Kiai Jauhari atau adik ipar Kiai Makhrus, pengasuh Ponpes Lirboyo). Al-Qur'an diinjak-injak dan peserta pelatihan mental Pelajar Islam Indonesia (PII) yang sedang mengaji digiring oleh massa PKI. Kyai Jauhari sendiri diseret dari masjid dan diikat tangannya oleh massa PKI. Peristiwa ini sangat memilukan dan menunjukkan keberanian serta ketabahan Kyai Jauhari dalam menghadapi teror PKI. Gus Maksum, yang saat itu menjabat sebagai komandan lapangan dalam penumpasan PKI di Kediri dan sekitarnya, memiliki peran besar dalam menghadapi situasi genting ini.
Makam: Gus Maksum Jauhari wafat di Kanigoro pada 21 Januari 2003 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Pondok Pesantren Lirboyo. Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit makam KH. Abdullah Jauhari, namun kemungkinan besar beliau juga dimakamkan di area pemakaman keluarga tersebut atau di sekitar Kanigoro.
Kisah Kyai Jauhari di Kanigoro tidak dapat dipisahkan dari sejarah besar putranya, Gus Maksum, dan juga Peristiwa Kanigoro yang menjadi bagian penting dari perjuangan ulama dan santri dalam menjaga agama dan negara dari ancaman komunisme.

Dalam kebersamaan, kita temukan kedamaian.

Temukan kisah, nilai, dan inspirasi dari tanah kelahiran di blog kami:

Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur

📖 Baca sekarang dan rasakan hangatnya budaya dan spiritualitas lokal.

#MajelisSekumpul #SadulurSalembur #BlogKomunitas #NilaiLokal

Terima kasih telah membaca di Majelis Sekumpul - Sadulur Salembur.

Jangan lupa bagikan artikel ini jika bermanfaat!

Sikap Tawadlu Mbah Hasan Mangli kepada Gurunya

Sikap Tawadlu Mbah Hasan Mangli kepada Gurunya

Rasa tawadlu dan hormat yang demikian besar KH. Hasan Mangli (Mbah Mangli) kepada para kiai dan gurunya, sudah menjadi cerita yang banyak diketahui publik. Salah seorang kiai pernah bercerita, bahwa dirinya melihat sendiri Mbah Hasan Mangli saat sowan ke ndalem KH. M. Arwani Amin, mulai dari teras sudah bersimpuh dan masuk ke ndalem sambil ‘’ngesot’’ saking tawadlu kepada kiainya. Cerita soal sikap tawadlu dan hormat yang demikian besar Mbah Hasan Mangli kepada kiai dan gurunya, juga diceritakan salah satu puteranya, Gus Ahmad Ridho. ‘’Bapak Saya beberapa kali bilang, "(Saya bisa begini karena barokah dari kiai dan guru, khususnya KH. M. Arwani Amin dan KH. Ma’mun Ahmad,)’’ tuturnya.

Karena menghormati kiai dan gurunya pula, saat Lebaran (Idul Fitri), jika sedang berada di Kudus, tidak berani membuka pintu rumah dan menerima. ‘’Itu karena bertetangga dengan kiai-kiai dan gurunya, di antaranya Mbah Arwani dan Mbah Ma’mun,’’ tuturnya.

KH. Abdullah Saad, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Inshof, Karanganyar, Jawa Tengah menuturkan, rasa tawadlu para ulama kepada para kiai dan gurunya, itu merupakan salah satu pancaran dari nurul ilmi. ‘’Ulama itu adalah mereka yang memiliki rasa khasyyah. Ilmu itu khasyyah. Ilmu itu, ya, takut, itu. Kesemuanya dari ilmu, ya, takut. Yang punya rasa khasyyah itulah ulama,’’ kata KH. Abdullah Saad. Dia menambahkan, salah satu kiainya, KH. Ma’mun Ahmad, berpandangan, bahwa antara ulama dan orang pinter itu berbeda. ‘’Ulama itu sebagaimana disebutkan dalam al-Quran, innamaa yakhsya Allaha min ‘Ibadihi al-‘ulama. Sedang orang yang memiliki ilmu, itu lebih tepat disebut sebagai cendekiawan,’’ ujarnya.

Mengutip salah satu syair, KH. Abdullah Saad pun berpesan, ‘’Sabarlah kamu atas pahitnya rasa cuek (diasingkan) oleh seorang guru. Sebab sesungguhnya kegagalan ilmu pada seorang murid itu timbul dari kemarahan seorang guru,’’ terangnya.

SC: SuaranahdliyinCom | Ikuti terus @sejarahulama

KH. Ahmad Asrori Al Ishaqi

KH. Ahmad Asrori Al Ishaqi (1951-2009), merupakan mursyid thariqah Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah yang juga seorang pengasuh Ponpes Al-Fithrah Kedinding, Kota Surabaya. Beliau putra dari KH. Utsman Al-Ishaqi. Ulama kharismatik yang juga pemimpin Majelis Dzikir Al Khidmah tersebut, tercatat pernah belajar di Ponpes Darul Ulum Jombang, Al Hidayah Kediri, Al Munawir Krapyak dan Buntet Cirebon. Selain mengasuh Al Khidmah, KH. Asrori awalnya hanya menerima beberapa anak yang dititipkan jamaah pengajian tarekat untuk belajar agama. 

Lambat laun, semakin banyak jamaah yang menitipkan anaknya untuk belajar. Kiai Asrori kemudian berinisiatif memindahkan aktivitas tarekatnya ke Kedinding Lor pada 1985. Di tempat ini, beliau memiliki sepetak lahan yang di atasnya kemudian dibangun ponpes.

Seiring bergulirnya waktu, Ponpes Al Fithrah pun terus berkembang dan Majelis Al Khidmah mempunyai cabang di beberapa kota di seluruh Indonesia.
‏In Frame: masa muda KH. Asrori Al Ishaqi 

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد

Ketika Dua Wali Allah Bertemu

Ketika Dua Wali Allah Bertemu

Kejadian nyata, saat Gus Dur dicium tangannya oleh Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa. Waktu itu Gus Dur bersama KH. Maman Imanul Haq sedang berada di bandara. Tiba-tiba Habib Mundzir al-Musawa yang hendak dakwah ke Papua menghampiri dan menciumi tangan Gus Dur seraya bersimpuh di hadapan Gus Dur.

Lalu Kyai Maman bertanya, “Ada apa Bib?”

“Kalau wali ya Gus Dur, Kang Maman,” jawab Habib Mundzir al-Musawa.

Lalu Gus Dur bertanya kepada Kyai Maman, “Itu siapa?”

“Habib Mundzir, Pak,” jawab Kyai Maman.
“Kalau ingin tahu wali yang muda ya Habib Mundzir. Tapi usianya tidak panjang,” kata Gus Dur kemudian.

Dan ternyata betul apa yang dikatakan Gus Dur waktu itu, Pimpinan Majelis Rasulullah Saw. Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa itu kemudian meninggal dalam usia yang masih muda.
Lahuma al-Fatihah...
Baca selengkapnya di blog kami

Ummil Ma'had PP. Al Falah Ploso

Ummil Ma'had PP. Al Falah Ploso, Ibu Nyai Rodliyyah Djazuli.

Beliau saat usia 2 tahun sudah ditinggal wafat ibundanya. Ketika usia 7 tahun, ayah beliau ikut menyusul berpulang ke Rahmatullah. 

Kala pertama kali membangun mahligai rumah tangga dengan Mbah Kyai Djazuli, beliau hanya menempat di lumbung, yang kemudian diubah menjadi rumah dengan pintu ala kadarnya.  

Hanya makan tiwul, gaplek singkong dan sawut dengan lauk sambal kluwak.

Pandangan orang biasa menganggap keadaan itu sebagai nestapa nan menyedihkan, tapi hal itu tidak jadi soal bagi Mbah Nyai Rodliyyah Djazuli. Justru itulah riyadloh Mbah Nyai yang dengan ikhlas dan tegar beliau lakukan, tak lain untuk kesuksesan keluarganya dan para santri-santri Al-Falah.

Bahkan konon ceritanya beliau dawuh, "santri² tdk usah tirakat biar aku saja yang tirakat puasa dsb, santri² yang penting ngaji dan belajar yang giat istiqomah/mempeng."

Begitulah kerelaan yang diajarkan oleh beliau demi kesuksesan keluarga dan para santri. Suatu ketika Mbah Djazuli berkeinginan bekerja mencari nafkah untuk meredakan derita rumah tangga, namun dengan tegas Mbah Nyai Rodliyyah menyanggah, "Mpun njenengan ngaji mawon Yai, kulo engkang ngurusi sangu."

Masya Allah 🥺🥺
Hingga akhirnya Mbah Nyai Rodliyyah lah yang mengambil tugas membangun ekonomi keluarga. Dari berjualan sayur di depan rumah, berdagang kain keliling desa dengan berjalan kaki, membuka warung untuk santri dan usaha-usaha lain yang halal. Semoga kita bisa meniru suri tauladan beliau. Amin.. 
اَلْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلاَدِ إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْبِلاَدُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلاَدُ
"Wanita adalah tiangnya negara. Apabila wanitanya baik, maka negara akan baik. Apabila wanitanya rusak, negarapun akan rusak." In frame : Pendiri PP. Al Falah Ploso, Romo Yai Ahmad Djazuli dan Bu Nyai Rodliyyah Djazuli..
Lahumal Fatihah...

Suatu hari PBNU mengadakan sebuah acara di Surabaya

Suatu hari PBNU mengadakan sebuah acara di Surabaya, mengundang duta-duta besar negara sahabat, dan pelayanannya pun VVIP. Lebih-lebih KH. Sahal Mahfudz, sebagai Ra'is Aam PBNU, tentu bisa mendapatkan pelayanan yang lebih. Di Kota Pahlawan ini, Mbah Sahal -sapaan mulianya, selama dua hari bermalam di sebuah hotel berbintang. Tapi, ketika panitia acara ingin membayar kamar hotel yang ditempati Kyai Sahal, beliau bilang: "Ndak usah, aku jek duwe duet dewe," (Tidak, saya masih punya uang sendiri), sambil berjalan ke kasir. Panitia pun masih merayu Kyai Sahal agar mau dibayari oleh panitia. Mbah Kyai Sahal tetap bilang "Ndak usah" sambil beliau mengeluarkan uang dari tasnya.

Setelah itu panitia masih berkata: "Mana bon-nya yai, biar kami ganti." Mbah Sahal dawuh: "Ndak usah, aku moh nganggo duite NU. Aku gowo duetku dewe ae. Nek NU iku urip-urip NU, ojo sepisan-pisan golek urip nok NU." (Tidak, saya tidak mau menggunakan duitnya NU. Saya pakai uang saya sendiri saja. Di NU itu harus menghidupi NU, jangan sekali-kali mencari hidup di NU).

Sifat Mbah Kyai Sahal patut kita contoh. Beliau benar-benar tulus, ikhlas mengabdi untuk NU. Padahal sekelas Ra'is Aam seperti Mbah Sahal tentu mudah sekali bagi beliau untuk mendapat fasilitas dari NU.
Al-Faatihah 

In Frame: KH. Ahmad Sahal Mahfudz & KH. Muslim Rifa'i Imampuro (Mbah Liem)

Senin, 07 Oktober 2024

Ungku Saliah Ulama Teladan Asal Piaman

Ungku Saliah Ulama Teladan Asal Piaman

Padang Pariaman, Prokabar -Mungkin banyak diantara kita bertanya tanya siapa foto kakek yang terpajang disetiap warung nasi Padang. Tak sedikit juga kita penasaran siapa orang yang ada di foto tersebut. Foto tersebut adalah foto Ungku Saliah, seorang ulama yang terkenal shaleh dan ‘dikeramatkan’ sebagian masyarakat. Ungku Saliah, berasal dari Lubuak Bareh, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Setiap rumah makan yang memajang foto Ungku Saliah tersebut sudah dipastikan pemiliknya berasal dari Piaman (Padang Pariaman dan Kota Pariaman) atau orang Minang.

Ungku Saliah lahir sekitar 1887 M. Belum diketahui tanggal maupun bulan kelahirannya secara pasti. Beliau anak dari pasangan Tulih (Ayah) dan Tuneh (Ibu). Dilahirkan di Pasar Panjang Sungai Sariak, dan merupakan anak tertua dari empat bersaudara.

Ungku Saliah dipanggil oleh kedua orang tuanya dengan sebutan Dawat. Sementara teman dan keluarganya memanggilnya Dawaik. Cerita yang berkembang, sejak kecil Dawaik sudah banyak menunjukkan keistimewaan dan kecerdasan. Dawaik belajar ilmu agama Islam diusia 15 tahun, di Surau Kalampaian Ampalu Tinggi yang dipimpin Syekh Muhammad Yatim Tuangku Mudiak Padang. Di surau itu, ia menempuh pendidikan pertamanya hingga mendapatkan gelar Tuanku Saleh atau Ungku Saliah.

Menurut sejarahnya, Ungku Saliah juga sempat berguru kepada dua ulama besar lainnya Seperti Syekh Aluma Nan Tuo di Koto Tuo, Bukittinggi dan memperdalam ilmu tarekat kepada Syekh Abdurrahman di Surau Bintungan Tinggi. Ungku Saliah wafat pada 3 Agustus 1974.

Berdasarkan catatan sejarah, Ungku saliah juga pernah ikut berjuang dan membantu tentara kemerdekaan RI dalam perang melawan penjajahan Belanda. Salah seorang pedagang di Padang Pariaman menyebutkan, memajang foto Ungku Saliah merupakan sebuah bentuk penghormatan. Beliau juga sebagai contoh keteladanan orang Piaman yang telah berjasa mengajarkan ajaran islam kepada masyarakat.(rud) (sc: prokabar) Ikuti terus @sejarahulama untuk lebih dalam lagi mengenal sejarah ulama di Indonesia.

Antara Mbah Lim dan Gus Dur: Batur, Batir, dan Botoh

Antara Mbah Lim dan Gus Dur: Batur, Batir, dan Botoh

Banyak kalangan, baik santri maupun wartawan, menganggap bahwa Mbah Lim adalah guru spiritual Gus Dur. Hal ini makin diperkuat oleh sikap maupun pernyataan Gus Dur kepada Mbah Lim yang seringkali memang menunjukkan posisi tersebut. Di samping itu, usia keduanya yang terpaut cukup jauh, -Mbah Lim, dalam salah satu versi, lahir tahun 1924, sedangkan Gus Dur adalah kelahiran 1940- ikut menguatkan posisi keduanya sebagai guru-murid. Bisa jadi Gus Dur memang memosisikan Mbah Lim sebagai guru dan dirinya sebagai murid. Tapi anggapan itu tidak berlaku bagi Mbah Lim. Yang seringkali terucap dari Mbah Lim, ketika bicara tentang posisinya di hadapan Gus Dur, adalah justru Mbah Lim mengaku sebagai 3B bagi Gus Dur. Bagi orang yang sudah mengenal Mbah Lim, maka tidak akan kaget dengan banyaknya istilah, slogan, ataupun singkatan yang sering terlontar dari Mbah Lim. Misalkan saja NKRI Harga Mati, NKRIP AMD, 3B, 3K, 3R, SSB, JPUMD, SIBB, dst. Adapun 3B yang dimaksud oleh Mbah Lim dalam hal posisinya di hadapan Gus Dur ini adalah Batur, Batir, dan Botoh.

Batur, dalam Bahasa Klaten, berarti pesuruh. Iya, Mbah Lim menganggap dirinya adalah pesuruh atau pelayan bagi Gus Dur. Batir berarti Mbah Lim sebagai kawan dan sahabat Gus Dur. Sedangkan botoh berarti Mbah Lim sebagai beking/petarung, orang yang pertama kali siap maju membela Gus Dur ketika ada masalah.

Maka jika anggapan umum mengira Mbah Lim ada di atas Gus Dur, Mbah Lim justru memosisikan dirinya berada di bawah Gus Dur. Dan perjalanan hidup Mbah Lim, mulai dari hubungannya dengan keluarga Cendana, hubungan dengan militer, dan keterlibatannya dalam momen-momen penting NU, sepertinya memang mengonfirmasi singkatan 3B untuk Gus Dur ini. Mbah Lim adalah salah satu dari sedikit kiai yang memiliki hubungan cukup dekat dengan Gus Dur dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Mbah Lim sudah bersama dan terus berada di belakang Gus Dur sejak Muktamar Situbondo, Muktamar Krapyak, Muktamar Cipasung, memimpin PKB, hingga menjadi presiden RI. Mbah Lim, kiai 3B bagi Gus Dur ini, akhirnya menyusul Gus Dur sowan kepada Allah swt. dua tahun setelah wafatnya sang presiden.

Untuk kedua beliau, Al-Fatihah.
______________________________

Para Wali

Para Wali

Saat di Sarang, Mbah Moen sempat mengaji kitab Syuduruds Dzahab fi Nahwi karya Ibnu Hisyam pada abah beliau Mbah Zubair dan baru dapat separuh. 

Kemudian saat berpindah nyantri di Lirboyo, entah mengapa Mbah Manab juga mengaji kitab Syuduruds Dzahab meneruskan batas akhir persis yang dikaji Mbah Zubair, jadi Mbah Moen tidak perlu mengulang dari awal lagi. Padahal saat itu belum ada alat komunikasi yang bisa menghubungkan antara Mbah Zubair dan Mbah Manab seperti Wa hehe.

Sumber: Gus Baha

Abuya Dimyati, Keramat dari Barat

Abuya Dimyati, Keramat dari Barat, Semua Putra-Putrinya Hafidz Qur'an
______________________________
Ulama dan guru tarekat yang ‘alim dan wara’ di Banten. Nama lengkapnya adalah KH. Muhammad Dimyati bin Muhammad Amin al-Banteni yang biasa dipanggil dengan Abuya Dimyati, atau oleh kalangan santri Jawa akrab dipanggil “Mbah Dim”. 

Lahir sekitar tahun 1925 dari pasangan H. Amin dan Hj. Ruqayah. Sejak kecil Abuya Dimyati sudah menampakan kecerdasan dan keshalihannya. Ia belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya, menjelajah tanah Jawa hingga ke pulau Lombok demi memenuhi pundi-pundi keilmuannya.

Kepopuleran Mbah Dim setara dengan Abuya Busthomi (Cisantri) dan kiai Munfasir (Cihomas). Mbah Dim adalah tokoh yang senantiasa menjadi pusat perhatian, yang justru ketika dia lebih ingin “menyedikitkan” bergaul dengan makhluk demi mengisi sebagian besar waktunya dengan ngaji dan ber-tawajjuh ke hadratillah.

Sebagai misal, siapakah yang tidak kecil nyalinya, ketika begitu para santri keluar dari shalat jama’ah shubuh, ternyata di luar telah menanti dan berdesak-desakan para tamu (sepanjang 100 meter lebih) yang ingin bertemu Mbah Dim. Hal ini terjadi hampir setiap hari.

Para peziarah Walisanga yang tour keliling Jawa, semisal para peziarah dari Malang, Jember, ataupun Madura, merasa seakan belum lengkap jika belum mengunjungi ulama Cidahu ini, untuk sekadar melihat wajah Mbah Dim; untuk sekadar ber-mushafahah (bersalaman), atau meminta air dan berkah doa.

Mbah Dim menekankan pada pentingnya ngaji dan belajar, yang itu sering disampaikan dan diingatkan Mbah Dim kepada para santri dan kiai adalah jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain ataupun karena umur. Sebab, ngaji tidak dibatasi umur. Sampai-sampai, kata Mbah Dim, thariqah aing mah ngaji!, yang artinya ngaji dan belajar adalah thariqahku.

Bahkan kepada putera-puterinya (termasuk juga kepada santri-santrinya) Mbah Dim menekankan arti penting jama’ah dan ngaji sehingga seakan-akan mencapai derajat wajib. Artinya, tidak boleh ditawar bagi santri, apalagi putera-puterinya.

Mbah Dim tidak akan memulai shalat dan ngaji, kecuali putera-puterinya—yang seluruhnya adalah seorang hafidz (hafal Al-Qur’an) itu sudah berada rapi, berjajar di barisan (shaf) shalat. Jika belum datang, maka kentongan sebagai isyarat waktu shalat pun dipukul lagi bertalu-talu. Sampai semua hadir, dan shalat jama’ah pun dimulai.

Mbah Dim merintis pesantren di desa Cidahu Pandeglang sekitar tahun 1965, dan telah banyak melahirkan ulama-ulama ternama mengajarkan Thariqah Syadziliyah dari syekh Dalhar.

Itu sebabnya, dalam perilaku sehari-hari ia tampak tawadhu’, zuhud dan ikhlas. 

Banyak dari beberapa pihak maupun wartawan yang coba untuk mempublikasikan kegiatannya di pesantren selalu di tolak dengan halus oleh Mbah Dim, begitu pun ketika ia diberi sumbangan oleh para pejabat selalu ditolak dan dikembalikan sumbangan tersebut. Hal ini pernah menimpa Mbak Tutut (Anak Mantan presiden Soeharto) yang memberi sumbangan sebesar 1 milyar, tetapi oleh Mbah Dim dikembalikan. Tanggal 3 Oktober 2003 tepat hari Jum’at dini hari Mbah Dim dipanggil oleh Allah SWT ke haribaan-Nya. Banten telah kehilangan sosok ulama kharismatik dan tawadhu’ yang menjadi tumpuan berbagai kalangan masyarakat untuk dimintai nasihat. 

Bukan hanya masyarakat Banten, tapi juga umat Islam pada umumnya merasa kehilangan. Ia di makamkan tidak jauh dari rumahnya di Cidahu Pandeglang, dan hingga kini makamnya selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di Tanah Air. (Ensiklopedi NU) (Nu Online)

PENGEMIS DAN ANJINGNYA

🌷AL KISAH🌻 SYAICHONA KHOLIL BANGKALAN KEDATANGAN SEORANG 

☕PENGEMIS DAN ANJINGNYA

Suatu hari Almaghfullah Kyai Syaichona Kholil (Bangkalan - Madura) sedang menemui tamu tamunya di ruangan depan. Mbah Kholil yang juga Ulama besar dan salah satu guru dari KH Hasyim Asy'ari (pendiri NU / kakek Gus Dur) duduk dengan salah satu lutut tertekuk di depan perut beliau sambil bercengkerama dengan para tamu tamunya di temani secangkir kopi yang ada di hadapan masing2. Ketika sedang asyik mengobrol itu tiba2 datang seorang "gembel" dengan pakaian lusuh sambil menuntun seekor anjing masuk ke ruangan,kontan saja semua tamu pada heran bercampur geram apalagi tanpa salam tanpa bicara dan tanpa ijin tiba2 si pengemis ini menyeruput kopi milik mBah Kholil, terlihat juga ingus yang keluar dari hidung pengemis tak di undang ini.
Marah kah mbah Kholil??
Tidak! Mbah Kholil tampak merubah posisi duduknya seperti orang posisi duduk orang sedang sholat,telapak tangannya menyatu di atas paha, kepalanya menunduk tanpa berani menatap muka si pengemis.
Justru beberapa tamu bangkit bermaksud mengusir orang aneh ini, tapi segera di cegah oleh mBah cholil dengan isyarat tangannya.
Beberapa saat suasana hening, mBah cholil tetap menunduk, tamu yang ada di ruangan itu tak satupun ada yang berani bersuara sampai kemudian si pengemis berlalu tanpa sepatah katapun.
Selepas gelandangan itu pergi mBah Kholil membuka suara : "siapa yang mau meminum kopi bekas tamuku tadi"?
Tentu saja tak seorangpun yang mau, karena kopi itu bekas di minum seorang pengemis dengan ingus menempel di bawah idung! Ngeri!
"Baiklah, kalau begitu biar saya yang menghabiskan".kata mBah kholil sambil meminum sisa kopi di cangkir.
Semua tamu semakin terheran heran, belum habis rasa penasaran para tamu kemudian mBah Kholil menyambung kata lagi : " taukah sampyan semua siapa tamu tadi,, dia Nabi Khidir, beliau habis mengunjungi sahabatnya seorang wali di Yaman dan Sudan, kemudian melanjutkan perjalanan kesini untuk menemui sahabat2nya, para Waliyullah di tanah jawa."
Kontan kemudian para tamu berebut sisa kopi yang tinggal cangkirnya itu, bahkan ada yang berebut untuk mencuci cangkirnya sekedar untuk "ngalab berkah" dari kesalehan Nabi Khidir Alaihissalam.
MBaH Kholil terkekeh dengan tingkah para tamunya ini, yah.. kebanyakan kita hanya melihat kulit, tanpa bisa melihat hati, karena mata kita sudah tertutup oleh gemerlap dunia.
" Semoga kita terjaga dlm menilai sesama hanya krn Dhohirnya semata ..,"🙏
Copy paste dari Twitter @SejarahUlama 

Hati-hati Ada Macan

Kisah Kiai Kholil Bangkalan

Hati-hati Ada Macan

Suatu hari di bulan Syawal, Kiai Kholil memanggil santri-santrinya. “Anak-anakku, sejak saat ini kalian harus memperketat penjagaan pondok. Gerbang pondok harus senantiasa dijaga. Sebentar lagi akan ada macan masuk ke pondok kita,” kata Kiai Kholil di depan santri-santrinya.

Karuan saja, mendengar perintah kiai yang sangat dihormati itu, para santri segera mempersiapkan diri. Dalam benak mereka terbayang seekor macan yang mengendap-endap memasuki pesantren dan menerkam salah seorang dari mereka. Saat itu di sebelah timur Bangkalan masih ada hutan yang cukup angker. Satu hari, dua hari, tiga hari, dan seterusnya, para santri selalu berjaga dengan waspada. Tanpa terasa hitungan hari sudah mencapai tiga minggu. Macan yang ditunggu-tunggu tak kunjung muncul. Yang terjadi malahan—sebagaimana biasanya di bulan Syawwal yang merupakan awal tahun pelajaran baru—adalah para santri berdatangan dari berbagai penjuru Tanah Air. Pada minggu ketiga sejak Kiai Kholil memerintahkan para santrinya untuk berjaga-jaga, seorang pemuda kurus dengan postur tubuh tidak terlalu tinggi dan berkulit kuning, menenteng koper seng, datang ke kompleks pesantren.

“Assalamu’alaikum,” ucapnya ketika berada di depan pintu rumah Kiai Kholil. Mendengar salam itu, bukan jawaban salam yang diucapkan, Kiai Kholil malah berteriak memanggil santri-santrinya. “Hai santri, ada macan... macan... ayo kita kepung. Jangan sampai ia masuk ke pondok!” teriak Kiai Kholil. Mendengar teriakan Kiai Kholil, serentak para santri berhamburan membawa apa saja yang bisa dibawa untuk mengusir macan itu. Di antara mereka ada yang membawa pedang, celurit, tongkat, batang kayu, dan apa saja yang bisa dibawa, mengerubuti macan yang tak lain adalah seorang pemuda tadi. Sang pemuda menjadi pucat pasi ketakutan. Tak ada jalan lain, karena di kerubungi para santri sedemikian rupa, pemuda tersebut terpaksa ngacir, lantas pergi. Karena sangat ingin menyantri pada Kiai Kholil, keesokan harinya pemuda itu mencoba memasuki pesantren lagi. Namun, ia memperoleh perlakuan yang sama. Diusir ramai-ramai. Pada malam ketiga, diam-diam pemuda itu memasuki kompleks pesantren. Karena kelelahan, juga rasa takut, pemuda itu meringkuk, tidur di bawah kentongan di langgar (mushola). Tak disangka, tengah malam itu Kiai Kholil membangunkannya. Ia dimarahi habis-habisan. Namun demikian, malam itu juga ia diajak ke rumah Kiai Kholil, pemuda itu sangat lega ketika dinyatakan diterima sebagai santri. Pemuda itu bernama Abdul Wahab—atau Abdul Wahab Hasbullah yang kemudian hari menjadi pendiri Jami’yah Nahdlatul Ulama (NU). Kiai Wahab dikemudian hari memang dikenal sebagai macan, baik oleh kawan maupun lawannya. Kiai Kholil dikenal sebagai Kiai yang suka berbuat aneh-aneh, penuh teka-teki dan misteri yang sulit dimengerti. Namun demikian, perbuatannya yang aneh-aneh itu oleh masyarakat dianggap memiliki isyarat terntentu. Misalnya ketika Kiai Kholil mengusir Wahab Hasbullah dari pesantrennya & menyuruh agar ia nyantri kepada Kiai Hasyim Asy’ari, murid seniornya yg mendirikan pesantren di Tebuireng, Jombang.

Sumber: Buku 99 Kiai Kharismatik Indonesia, hal. 36-38 (Keira Publishing: 2017)

KH Ahmad Shobari Ulama Besar dari Ciwedus

UlamaTanahSunda

Karomah dan Keta'diman KH Ahmad Shobari Ulama Besar dari Ciwedus Kuningan Jawa Barat pada Syaikhona Moh. Cholil Bangkalan

KH. Ahmad Shobari adalah seorang Ulama besar dari Ciwedus, desa Timbang kabupaten Kuningan Jawa Barat. Beliau adalah salah satu santri Syaikhona Moh. Cholil Demangan Bangkalan, Madura. KH. Ahmad Shobari diberikan ijazah khusus oleh Syaikhona Cholil berupa kitab Fathul Mu'in.

Sehingga banyak orang yang menghatamkan kitab Fathul Mu'in kepada KH. Ahmad Shobari. Sampai sekarang juga, di makamnya KH. Shobari di Ciwedus, banyak orang yang mengkhatamkan serta menghafalkan kitab Fathul Mu'in untuk ngalap barokah dari KH. Shobari dan Syaikhona Cholil. Konon katanya, KH. Shobari mempunyai kitab Fathul Mu'in dengan keterangan tulisan tangan dari Syaikhona Cholil Bangkalan.

Menurut KH. Moh. Toyyib Fawwaz Muslim, Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan, KH. Ahmad Shobari memiliki beberapa karomah tersendiri. Pada saat KH. Ahmad Shobari bersama KH Suja'i dari Tasik Malaya mau pergi mondok ke Pesantren Syaikhona Cholil di Demangan Bangkalan , Mereka jalan kaki dari Kuningan ke Madura.

Pada saat melewati alas Roban, KH.Shobari dan KH Suja'i kemalaman, akhirnya berhenti dan beristirahat di Alas Roban. Saat itu, alas Roban merupakan kawasan angker yang dipenuhi perampok yang sangat kejam. Setiap orang yang melewati alas Roban, pasti diambil harta bendanya, bahkan sampai ada yang dibunuhnya.

Keseokan harinya, KH. Shobari dan KH .Suja'i malah dijemput dan ditunjukkan jalan serta dihantar oleh ketua sekawanan perampok tersebut. Ketua perampok tersebut, menceritakan bahwa tadi malam telah bermimpi didatangi seorang Kyai dari Bangkalan Madura.

Beliau berpesan. "Ini adalah tamuku jangan diganggu! Kalau diganggu, maka kalian yang akan saya hancurkan". Semasa mondok di Demangan, KH. Ahmad Shobari setiap hari disuruh menggembala kambing milik Syaikhona Cholil sampai tujuh tahun lamanya. Selama tujuh tahun itu, beliau tidak diajari mengaji hanya menggembala kambing saja. Namun karena keta'diman kepada Sang Guru serta keikhlasan dalam melaksanakan tugas rutin menggembala kambing itu. KH. Ahmad Shobari mendapatkan ilmu ladunnisehingga menjadi Ulama besar.

Setelah pulang ke rumahnya di Ciwedus, beliau melanjutkan kebiasaannya menggembala kambing selama beberapa tahun lagi. Hingga pada suatu ketika, beliau kedatangan tamu bernama KH. Suja'i berasal dari Tasikmalaya.

Sang tamu merupakan sesama alumni Pondok Pesantren Demangan, bahkan pernah mengajar KH. Ahmad Shobari sewaktu di Pesantren. Setelah sang tamu menyampaikan keperluannya datang ke Ciwedus, KH. Ahmad Shobari terkejut luar biasa, karena KH. Suja'i yang dulu pernah mengajarnya di pesantren, kini datang untuk menjadi santrinya atas perintah Syaikhona Moh. Cholil.

Ceritanya, setelah KH. Suja'i pulang dari Pesantren Demangan, beliau mendirikan pesantren di daerahnya, namun sampai beberapa lamanya pesantren yang didirikannya tak jua kunjung berkembang. Segera beliau sowan kembali kepada Syaikhona Cholil, bermaksud minta barakah supaya pesantrennya segera berkembang.

Namun sebelum KH. Suja'i menyampaikan maksud kedatangannya, Syaichona Cholil langsung dawuh, " Kamu pergi ke Ciwedus, belajar lagi dan ngalap barokah kepada Shobari. "

Setelah itu, KH. Ahmad Shobari kedatangan santri-santri lain sampai kemudian mendirikan pesantren yang dalam waktu singkat berkembang pesat dan menjadi salah satu pesantren terbesar di daerah Kuningan dan sekitarnya.

Perlunya Ilmu Mantik

Gus Baha: Perlunya Ilmu Mantik dalam Mengenal Allah 

Keinginan setan adalah agar manusia senantiasa tidak berpikir dengan selalu hidup bersenang-senang. Dengan menjalani kehidupan yang penuh kesenangan seketika akan membawa manusia untuk malas mencari tahu tentang siapa Tuhannya.

Inilah yang menjadi sebab utama munculnya paham nihilism, atheism yang sepertinya sangat kritis dan selalu mengedepankan logika dalam pola pikirnya kendatipun tak pernah menemukan bukti tentang keberadaan Tuhan.

Tujuan utama mengaji adalah mengenalkan seseorang terhadap Allah (Tuhan) dengan akal sehat. Kekeliruan yang kerap dilakukan para ulama adalah memulai dengan mengenalkan sebutan Allah tanpa memberi pemahaman logis tentang esensi Tuhan yang dapat diterima oleh mereka.

KH. Bahauddin Nur Salim atau yang seringkali hanya dikenal dengan sebutan Gus Baha’ dalam suatu pengajian mengatakan bahwa, “Dalam ilmu mantik yang diajarkan di pondok-pondok pesantren tidak pernah menyebutkan Allah, yang disebutkan adalah bahwa alam ini makhluk (ciptaan), dan setiap makhluk memerlukan Kholik (pencipta) untuk dapat menjadi ada. Alam ini adalah sebuah akibat, dan sebagai akibat akan selalu butuh sebab.”

Lalu Gus Baha’ menjelaskan bahwa ‘Sebab’ ini kita sebut musabibul asbab. Artinya sebuah ‘Sebab’ harus ada sebelum yang disebabi atau ‘Akibat’ itu sendiri ada.

“Wujud yang sekarang kita kenal ini membutuhkan penyebab atau yang kita kenal sebagai Wajibil Wujud atau wujud superior. Semua itu oleh Islam disebut dengan nama Allah”, papar kiai penekun tasawuf ini lebih lanjut.

Akal manusia hanya sampai pada rumusan bahwa alam ini butuh penyebab, yang oleh Einsten dan pemikir-pemikir modern dikenal dengan ‘Causa Prima’.

Maka menurut santri kesayangan Mbah Moen Sarang ini ilmu mantik ala pesantren sangat penting agar kita tidak sering keliru dalam merekonstruksi bangunan tauhid dalam logika yang menjadi landasan penting dalam mengenal Allah melalui sifat-sifatnya.

Sumber: Web @alif__id 

KESIBUKAN SANTRI

KESIBUKAN SANTRI

NDALEM; sibuk melayani keperluan rumah tangga kiai, entah masak, bersih-bersih, nyopir, laden, nyawah, atau lainnya. Santri ndalem ini bisa dibilang menduduki 'strata kesantrian tertinggi' di pondok.

NGANTOR; menjadi pengurus manajemen pesantren. Ngurusi penerimaan santri baru, surat menyurat, event-event tertentu, narik syahriyah, nyusun jadwal ustadz, menindak pelanggaran, dan seterusnya.

MANGGUNG; kerap tampil dalam acara-acara pondok. Entah lomba, jadi vokalis, penabuh terbang, simakan, dan sebagainya. Jenis ini biasanya terkenal di seantero komplek, banyak fansnya. Biasanya pulang ke pondok bawa berkat atau amplop.

NDAMPAR; fokus ngaji atau 'madep dampar'. Kegiatannya didominasi mutolaah, nderes, bahtsu, menulis, mengajar.
WIRIDAN; malamnya melekan, solat sunah, merapal wirid, ziaroh. Siangnya puasa senen kemis, ndawud, ngrowot, ndalail, dan semisalnya.

Tiap kesibukan di atas menjadi proses belajar bagi masing-masing santri, sesuai 'passion'-nya. Dan setiap kesibukan itu punya 'celah barokahnya' masing-masing. Seorang santri bisa jadi mendobel kesibukan.

Nah, selain lima jenis itu adalah santri sok sibuk. Santri yang kegiatannya tura-turu, ngangkring, ngeluyur, dan ribuan ke-sok-sibukan lainnya. Sing model ngene iki wes mugo-mugo kecipratan barokah ngono wae. Hehehe

Btw kamu termasuk kataogri santri yang mana gaes????
*Foto: almarhum Mbah Yai Hamid Kajoran Magelang, ditandu oleh para santrinya dengan riang gembira.

#sejarahulama #ulamanusantara

SIMBAH NYAI AZIZAH MA'SHUM, LASEM

SIMBAH NYAI AZIZAH MA'SHUM, LASEM

Di antara akhlak beliau, tak berkenan menerima amplop (sangu), tapi malah nyangoni.

Sosok yang santun dan bersahaja.
Sosok yang sangat dermawan.
Sosok penghafal Al Qur'an yang mengamalkan apa yang ada dalam Al Qur'an .

Sosok figur Bu Nyai yang suka silaturrahim setiap beliau pergi ke luar kota.

Meskipun usia beliau sudah sepuh memasuki 93 tahun, beliau selalu menyempatkan mampir ke rumah para santri santrinya yang bertebaran di sepanjang penjuru daerah.

Beliau adalah mutiara Indonesia.
Seorang yang ahli ibadah, hafidzah Al Qur'an dan berjiwa sosial.

Diutus Gus Dur Mencari Wali

Diutus Gus Dur Mencari wali

Suatu sore di awal April Tahun 2003, saya di datangi Kyai Haji Mas Soebadar, salah satu Kyai Khos Forum Langitan dari Pasuruan di rumah saya sepulang pengajian di daerah Turen Malang. Beliau dawuh diminta Gus Dur untuk mencari wali atau tabib ampuh dalam rangka ihtiyar agar ditakdir bisa melihat lagi sebagai salah satu syarat ikut Pilpres 2004. 

Saya ditanyai beliau: “Wonten pundi Gus enten wali sak niki?” (dimana ada wali zaman ini?) Saya jawab: “Wali yg bagaimana, Kyai?”

Beliau:”Niku loh wali yang seperti alm. Habib Soleh Tanggul Jember. Ketika ada orang lumpuh datang minta doa lalu ditepuk oleh beliau dan spontan bisa berdiri.” Saya bingung dan setengah bercanda menjawab:”Mungkin wonten ten negara Maghrib (Maroko), Kyai.”

Selang waktu bbrp hari kemudian Kyai Subadar telpon saya: “Monggo Gus bidal ten Maghrib. Niki sampun diparingi arta kalian Gus Dur.” 

Saya kaget bukan kepalang 😄Saya segera sowan konsultasi kepada Kyai Maftuh Said, Pengasuh Ponpes Almunawwariyah Malang yg sudah pernah pergi ke Maroko. Beliau mengarahkan agar sowan kepada Sayyid Idris Alhasani , ulama sepuh yang termasyhur di kota Fez Maroko saat itu dan kebetulan kyai Maftuh ada rencana pergi kesana minggu depannya. Kita bersepakat berangkat barsama-sama karena memang negara Maroko bebas visa sehingga tidak butuh persiapan administrasi. 

Saya segera telpon ngaturi Kyai Idris Lirboyo. Beliau menyambut antusias dan segera kita bersiap berangkat pada tanggal 17 April 2003 ke Maroko untuk sowan Sayyid Idris di kota Fez dan dilanjutkan sowan ke makam Syekh Muhammad Ibn Sulaiman Aljazuli, sohib kitab Dalail Khairat di kota Marakesh. Setiba di Casablanca Maroko setelah melalui transit di Dubai, kita segera menuju kota Fez untuk sowan kepada Sayyid Idris, muqoddam thoriqoh Tijani yang sudah sangat sepuh dan masih menyimpan rambut Rasulullah SAW secara turun temurun. Kyai Subadar segera menyampaikan maksud dan tujuan kita dari Indonesia dan beliau berkenan menyuruh kita kembali esok harinya.

Esoknya, setelah ziarah ke makam Syeikh Ahmad Tijani, kita sowan kerumah Sayyid Idris. Beliau memberikan semacam azimat untuk ditaruh dibawah bantal Gus Dur dan bbrp ijazah yang saya lupa mencatatnya. 

Perjalanan kita dilanjutkan ke kota Marakesh yang indah, dimana terdapat makam tujuh wali yang masyhur dan diziarahi banyak orang. Di antaranya adalah makam Qodli Iyadl pengarang kitab Assyifa dan Imam Sulaiman Aljazuli, penyusun shalawat dalail khairat yang sangat terkenal di dunia. Di sana alhamdulillah saya sempat bertabarruk ijazah sanad dalail di depan makam beliau dari Mbah Idris sambil dilanjutkan bersama membacanya. Perjalanan ke Maroko ini begitu mendadak sehingga Mbah Idris belum sempat menukar uang rupiah. Beliau membawa satu tas uang rupiah tunai yang ketika itu saya hitung sejumlah sekitar 80 juta rupiah. Selama di Maroko saya setiap hari membawakan tas berisi uang tersebut dan mencari money changer yang mau menerima tapi tidak berhasil menemukan satupun money changer yg mau menerima uang rupiah di berbagai kota disana hingga kita pulang. 

Saking capeknya saya sempat bercanda: “Waduh kyai, ternyata masih di dunia dan belum di akhirat, uang memang sudah tidak laku.” 😄

Penulis 
Dr H Ahmad Fahrur Rozi 
Khadim Pondok Pesantren Annur 1 Annursatu Bululawang Malang, Wakil Ketua PWNU Jatim

Ikuti @SejarahUlama

Karomah Wali: Habib Hamid Sokaraja, Guru Spiritual Gus Dur

Karomah Wali: Habib Hamid Sokaraja, Guru Spiritual Gus Dur

Tangis haru mewarnai pertemuan murid-guru di penghujung bulan Agustus 2000, tepatnya Kamis 31 Agustus 2000. Sekira setengah jam lamanya temu kangen itu berlangsung. Turut hadir dan menyaksikan pertemuan itu Mendiknas Yahya Muhaimin, Gubernur Jateng Mardiyanto, Bupati Banyumas Aris Setiono, Aris Juneidi (penghubung) dan Umar Wahid.

Tuan rumah didampingi istri, kerabat dekat, KH Abdurrahman Hasan selaku juru bicara, dan sejumlah ulama Banyumas. Mengenakan kopiah dan busana putih, sang guru tampak sumringah menerima kehadiran sang murid.
Logo Ngopibareng.id
Home
ngajiBARENG
Khazanah
Lihat versi non-AMP di Ngopibareng.id
Karomah Wali: Habib Hamid Sokaraja, Guru Spiritual Gus Dur
Khazanah
Jumat, 15 Mei 2020 04:18 WIB
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bersama Habib Hamid Sokaraja. (Foto:Istimewa)
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bersama Habib Hamid Sokaraja. (Foto:Istimewa)
Tangis haru mewarnai pertemuan murid-guru di penghujung bulan Agustus 2000, tepatnya Kamis 31 Agustus 2000. Sekira setengah jam lamanya temu kangen itu berlangsung. Turut hadir dan menyaksikan pertemuan itu Mendiknas Yahya Muhaimin, Gubernur Jateng Mardiyanto, Bupati Banyumas Aris Setiono, Aris Juneidi (penghubung) dan Umar Wahid.

Tuan rumah didampingi istri, kerabat dekat, KH Abdurrahman Hasan selaku juru bicara, dan sejumlah ulama Banyumas. Mengenakan kopiah dan busana putih, sang guru tampak sumringah menerima kehadiran sang murid.


Pada kesempatan itu Gus Dur memohon gurunya agar ikut mendoakan negeri ini sehingga dijauhkan dari berbagai prahara dan persoalan yang dapat memecah-belah bangsa.

"Itulah fragmen pertemuan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, ketika itu Presiden RI, saat menyambangi kediaman Habib Hamid bin Hanafi bin Yahya bin Salim (85) di Kauman RT 03/RW 01 Sokaraja Tengah, Kecamatan Sokaraja," tulis Akhmad Saefudin SS ME, Penulis Buku 17 Ulama Banyumas.

Berikut lanjutannya:

Sebetulnya, jika mau menelisik, Kabupaten Banyumas memiliki banyak tokoh-ulama karismatik pada zamannya. Hanya saja kiprah dan perjalanan hidup mereka nyaris luput dari pemberitaan media.

Habib Hamid, misalnya, sosoknya baru terliput media cetak maupun elektronik pasca ada kunjungan Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kala itu.

Bagi kalangan Muslim tradisional, Habib Hamid bukanlah nama asing. Warga Nahdliyin meyakini sosok yang satu ini punya kelebihan khusus. Betapa tidak? Meskipun telah berpulang ke haribaan Allah, karisma beliau masih dirasakan hingga kini; bukan saja di wilayah Banyumas namun hingga luar daerah.

Sunan Kalijaga Dilarang Pergi Haji ke Makkah

Cerita Sunan Kalijaga Dilarang Pergi Haji ke Makkah 

Sunan Kalijaga merupakan salah seorang anggota Wali Songo. Sekumpulan alim-ulama yang berhasil mengislamkan masyarakat Nusantara, utamanya Jawa. 

Dikisahkan, suatu ketika Sunan Kalijaga berada di Malaka. Ia memiliki kehendak untuk menjalankan ibadah haji. Namun siapa sangka, seorang ulama senior pada saat itu, Maulana Maghribi, meminta Sunan Kalijaga untuk kembali ke Jawa. Tidak memperkenankannya untuk melanjutkan perjalanannya ke Makkah. Larangan Maulana Maghribi terhadap Sunan Kalijaga tersebut bukan tanpa dasar. Maulana Maghribi beralasan, jika Sunan Kalijaga tetap pergi haji maka masyarakat Jawa akan keluar Islam atau kembali kafir karena pada saat itu kerajaan Demak masih dalam transisi. Runtuhnya kerajaan Majapahit menyebabkan kekacauan dan kerusuhan dimana-mana.

Lebih dari itu, Maulana Maghribi juga berkata kepada Sunan Kalijaga kalau Makkah (rumah Allah) yang asli itu ada di dalam diri sendiri. Sementara, baitullah (Ka’bah) yang ada di Makkah itu hanyalah ‘batu peninggalan Nabi Ibrahim.’ Dengan demikian, ibadah haji bukan hanya sekedar perjalanan fisik ke Makkah. Akan tetapi, ibadah haji adalah ibadah metafisik-spiritual. Seseorang akan sampai di ‘Makkah sejati’ manakala mereka sanggup menjalani kematian dalam kehidupan (mati sajroning urip) dan bisa membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu. Demikian kisah dalam Suluk Wijil yang diceritakan buku Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat. Versi lain dikisahkan bahwa yang melarang Sunan Kalijaga berhaji adalah Nabi Khidir. Ketika Sunan Kalijaga berada di tengah laut dalam sebuah perjalanan menuju ke Makkah, tiba-tiba Nabi Khidir menghentikannya. Segera saja Nabi Khidir memberikan nasehat kepada Sunan Kalijaga agar tidak usah melanjutkan perjalanannya ke Makkah jika tidak mengetahui apa yang akan dilaksanakannya selama tinggal di sana. Cerita ini terekam dalam Suluk Linglung. Kisah Sunan Kalijaga di atas memberikan banyak pengajaran bagi kita. Salah satunya adalah lebih memprioritaskan problematika umat. Sunan Kalijaga dilarang berhaji karena pada saat itu iman masyarakat Jawa –yang menjadi medan dakwah Sunan Kalijaga masih rapuh. Adalah sesuatu yang tidak benar jika ada seseorang yang sering menunaikan ibadah haji–dan umrah di Makkah sementara umatnya, tetangganya, dan saudaranya masih dalam keadaan yang memprihatinkan. Bukankah ada banyak cerita yang mengisahkan bahwa seseorang mendapat status haji mabrur meski tidak menjalankan ibadah haji di Makkah. Ada hadits nabi yang juga menceritakan hal itu. Dikisahkan bahwa usai menunaikan haji para sahabat mendatangai Nabi Muhammad Saw. Mereka bertanya perihal siapa yang hajinya mabrur. Nabi Muhammad Saw. menjawab bahwa yang hajinya mabrur adalah si fulan. 

Mendengar nama sahabat yang disebut Nabi Muhammad Saw. tersebut, para sahabat jadi terheran-heran. Mengapa? Karena si fulan yang disebut nabi tersebut tidak jadi menunaikan ibadah haji. Malah, si fulan menggunakan uang yang disiapkan untuk bekal haji itu untuk menolong tetangganya yang sedang sakit. Wallahu A'lam.

AGAR MURAH REJEKI DALAM RUMAH TANGGA

PESAN WIRID MBAH MAIMOEN AGAR MURAH REJEKI DALAM RUMAH TANGGA

Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair dalam berbagai kesempatan memberikan pesan kepada para santrinya, agar hidup mereka diberi kemudahan, keberkahan dan dilapangkan rezekinya. Ini pesan salah satu pesan beliau: “Mbesok nek wes omah-omah, ojo lali, angger mlebu omah moco Qulhu ping pisan.” (Besok jika sudah berumah tangga, setiap masuk rumah jangan lupa membaca surat Al-Ikhlas walaupun hanya sekali.) Ternyata pesan beliau bukan sembarang nasehat, karena hal itu telah disabdakan oleh junjungan kita, Nabi Besar Muhammad Saw: ‏ﻋﻦ ﺳﻬﻞ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ : « ﺟﺎﺀ ﺭﺟﻞ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺷﻜﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺍﻟﻔﻘﺮ ﻓﻘﺎﻝ : ‏ﺇﺫﺍ ﺩﺧﻠﺖ ﺑﻴﺘﻚ ﻓﺴﻠﻢ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻴﻪ ﺃﺣﺪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻴﻪ ﺃﺣﺪ ﻓﺴﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻚ ، ﻭﺍﻗﺮﺃ ﻗﻞ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺣﺪ ﻣﺮﺓ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻓﻔﻌﻞ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻓﺄﺩﺭ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺭﺯﻗﺎً ﺣﺘﻰ ﺃﻓﺎﺽ ﻋﻠﻰ ﺟﻴﺮﺍﻧﻪ
Artinya: Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. dan mengadukan kefakiran yang menimpanya. Lalu beliau bersabda: “Apabila kamu masuk ke rumahmu, ucapkanlah salam jika ada seseorang di dalamnya. Dan jika tidak ada orang di dalamnya, ucapkan salam untuk dirimu, dan bacalah Qul Huwallaahu Ahad satu kali”. Lalu laki-laki tersebut melakukannya. Maka Allah melimpahruahkan rizki orang tersebut, sehingga mengalir kepada tetangga-tetangganya.” Bagi Anda yang ingin mengamalkan ijazah-ijazah di atas, silakan share postingan ini dan ketik "Qobiltu (saya terima)" pada kolom komentar dibawah ini.

Allahumma Sholli Alaa Sayyidina Muhammad Wa Aalihi Wa Shohbihi Wasallim.

Ikuti terus @SejarahUlama