SYEIKH IMAM AL-GHAZALI,RA
Renungkanlah pendeknya umurmu. Andaikata engkau berumur seratus tahun sekalipun,maka umurmu itu pendek jika dibandingkan dengan masa hidupmu kelak diakhirat yg abadi,selama-lamanya. Coba renungkan agar dapat beristirahat (pensiun)selama 20 th,dalam satu bulan atau setahun engkau sanggup menanggung berbagai beban berat dan kehinaan didalam mencari dunia. Tetapi mengapa engkau tidak sanggup menanggung beban ibadah selama beberapa hari demi mengharapkan kebahagiaan abadi diakhirat nanti ? jangan panjang angan2,engkau nanti akan berat untuk beramal. Yakinilah bahwa tak lama lagi engkau akan mati. Katakana dalam hatimu :pagi ini aku akan beribadah meskipun berat, siapa tahu nanti malam aku mati. Malam ini aku akan sabar beribadah, siapa tahu besok aku mati. Sebab, kematian tidak datang pada waktu,keadaan dan tahun tertentu. Yg jelas pasti ia datang. Oleh karena itu,mempersiapkan diri menyambut kedatangan maut lebih utama daripada mempersiapkan diri menyambut dunia. Bukankah kau menyadari betapa pendek hidupmu didunia? Bukankah bisa jadi ajalmu hanya tersisa satu tarikan dan hembusan nafas atau satu hari? Etiap hari ;lakukanlah hal ini dan paksakan dirimu untuk sabar beribadah kepad Allah swt. Andaikata engkau ditakdirkan untuk hidup selama 50th dan kau biasakan dirimu untuk sabar beribadah, nafsumu akan tetap berontak,tetapi ketika maut menjemput kau akan berbahagia selama-lamanya. Tetapi, ketika engkau tunda2 dirimu u/ beramal, dan kematian datang diwaktu yang tidak kau perkirakan.
Kehidupan seorang muslim tidak dapat dicapai dengan sempurna, kecuali mengikuti jalan Allah SWT yang dilalui secara bertahap. Tahapan- tahapan itu antara lain : tobat, sabar, faqir,zuhud, tawakal, cinta, makrifat dan ridha. Karena itu seseorang yang mempelajari tasawuf wajib mendidik jiwa dan akhlaknya. Sementara itu, hati adalah cermin yang sanggup menangkap makrifat.
Dan kesanggupan itu terletak pada hati yang suci dan jernih.
"Berbicara tentang nasihat, kulihat diriku tak pantas untuk memberikannya. Sebab, nasihat seperti zakat, nishabnya adalah kemampuan untuk memetik nasihat itu bagi dirinya sendiri. Seseorang yang belum mencapai nishab, bagaimana ia akan mengeluarkan zakat ? Dan seorang yang tak memiliki cahaya, bagaimana dapat dijadikan sebagai alat penerang oleh orang lain? Bagaimana bayangan akan lurus jika kayunya bengkok? Allah swt mewahyukan kepada 'Isa bin Maryam AS : "Nasihatilah dirimu, jika kau mampu memetik nasihat, maka nasihatilah orang lain. Jika tidak, maka malulah kepada-Ku"
"Barangsiapa hendak mengetahui aib-aibnya, maka ia dapat menempuh empat jalan berikut :
1. Duduk dihadapan seorang guru yang mampu mengetahui keburukan hati dan berbagai bahaya yang tersembunyi didalamnya. Kemudian ia memasrahkan dirinya kepada sang guru dan mengikuti petunjuknya dalam bermujahadah membersihkan aib itu. Ini adalah keadaan seorang murid dengan syeikhnya dan seorang pelajar dengan gurunya. Sang guru akan menunjukkan aib-aibnya dan cara pengobatannya, tapi di zaman ini guru semacam ini langka.
2. Mencari seorang teman yang jujur, memiliki bashiroh ( mata hati yang tajam ) dan berpegangan pada agama. Ia kemudian menjadikan temannya itu sebagai pengawas yang mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib batin dan zhohirnya, sehingga ia dapat memperingatkannya. Demikian inilah yang dahulu dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang terkemuka dan para pemimpin agama.
3. Berusaha mengetahui aib dari ucapan musuh-musuhnya. Sebab pandangan yang penuh kebencian akan berusaha menyingkapkan keburukan seseorang. Bisa jadi manfaat yang diperoleh seseorang dari musuh yang sangat membencinya dan suka mencari-cari kesalahannya adalah lebih banyak dari teman yang suka bermanis muka, memuji dan menyembunyikan aib-aibnya. Namun, sudah menjadi watak manusia untuk mendustakan ucapan musuh-musuhnya dan mengangnya sebagai ungkapan kedengkian.Tetapi, orang yang memiliki mata hati jernih mampu memetik pelajaran dari berbagai keburukan dirinya yang disebutkan oleh musuhnya.
4. Bergaul dengan masyarakat. Setiap kali melihat perilaku tercela seseorang, maka ia segera menuduh dirinya sendiri juga memiliki sifat tercela itu. Kemudian ia tuntut dirinya untuk segera meninggalkannya. Sebab, seorang Mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Ketika melihat aib orang lain ia akan melihat aib-aibnya sendiri
Sangat jauh jika bermaksud memaknai sehat atau kenyang tanpa mengalami sendiri rasa sehat atau kenyang. Mengalami mabuk lebih jelas daripada hanya mendengar tentang arti mabuk, meskipun yang mengalaminya mungkin belum pernah mendengar teori mabuk. Maka mengetahui arti dan syarat-syarat zuhud tidak sama dengan bersifat zuhud.
"Kehidupan seorang muslim tidak dapat dicapai dengan sempurna, kecuali mengikuti jalan Allah SWT yang dilalui secara bertahap. Tahapan- tahapan itu antara lain : tobat, sabar, faqir, zuhud, tawakal, cinta, makrifat dan ridha. Karena itu seseorang yang mempelajari tasawuf wajib mendidik jiwa dan akhlaknya. Sementara itu, hati adalah cermin yang sanggup menangkap makrifat. Dan kesanggupan itu terletak pada hati yang suci dan jernih."
https://para-auliya.blogspot.com/2011/12/nasehat-para-wali-allah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar