Para pengikut Tarekat Naqsyabandiyah, Qodiriyah, dan lain-lain biasanya mempunyai tata cara tertentu ketika berziarah ke makam wali.
Tata cara tersebut, pada garis besarnya, adalah:
Pertama, mengucapkan salam;
Kedua, duduk menghadap ke ahli kubur dengan membelakangi ka’bah;
Ketiga, membaca al-Fatihah satu kali, Surat al-Ikhlas sebelas kali, dan Ayat Kursi satu kali;
Keempat, menghadiahkan pahala dari bacaan-bacaan tersebut kepada ahli kubur;
Kelima, duduk berdiam diri dan mengosongkan diri dari segala pikiran atau prasangka sehingga menyerupai kain yang bersih;
Keenam, menggambarkan dalam hati ruhani orang yang diziarahi sebagai cahaya yang lepas dari segala rabaan inderawi;
Ketujuh, menjaga cahaya tersebut di dalam hati sampai si peziarah mendapatkan sebuah pancaran cahaya dari berbagai pancaran cahaya yang ada;
Kedelapan, menjadikan gurunya wasilah antara dirinya dan orang yang diziarahi; dan
Kesembilan, menjadikan orang yang diziarahi wasilah antara dia (si peziarah) dan Allah Swt.
Para peziarah makam wali biasa mengambil bunga-bunga yang telah ditebarkan dan mengambil air yang disediakan di sekitar makam. Semua ini dilakukan sebagai upaya mendapatkan berkah (tabaruk). Semua ini dilakukan karena upaya tabaruk lewat berbagai benda yang berhubungan dengan sang wali ketika dia masih hidup sudah tidak mungkin dilakukan karena sang wali mungkin telah wafat puluhan atau ratusan tahun yang lalu. Maka bunga-bunga yang ditaburkan oleh para peziarah sebelumnya diambil karena bunga-bunga itu dianggap telah berhubungan dengan sang wali. Air yang disediakan di makam pun diambil oleh para peziarah karena ia diyakini berasal dari mata air atau sumur yang dibuat oleh sang wali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar